Urbannews | Dalam estetika, yang luhur (dari bahasa Latin sublīmis) dicitrakan sebagai hasil dari citarasa kualitas keagungan, baik fisik, moral, intelektual, metafisik, estetika, spiritual, atau artistik.
Istilah ini terutama mengacu pada kebesaran atau keluhuran yang melampaui segala kemungkinan perhitungan, pengukuran, atau peniruan. Oleh karena itu, acap manusia melukiskan keagungan, keluhuran, keindahan, bahkan kedigdayaan dengan diksi; sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Sederhananya, saking Indah dan luhurnya sesuatu, kata-kata sampai binasa. Kesulitan mencerna. Melukiskannya. Ya benar, semua yang dipercaya berhasil dilukiskan dengan kata-kata, sangat dipercaya tereduksi keindahannya. Terkoreksi maknanya. Terkooptasi esensinya.
Demikianlah dalam ruang rindu yang ada dibelakang panggung M Bloc Music Week, rangkaian hajatan M Bloc Fest 2022, Minggu (25/9/2022) malam, Saya melihat personal Cokelat Band yang bersiap manggung berkumpul kembali seperti dahulukala, saling merindu berkumpul kembali penuh cinta keluarga, sulit untuk dikatakan, setelah Kikan Namara, mantan vokalisnya, comeback ke band setelah hengkang sejak 2010 silam.
Artinya, sudah 12 tahun lamanya Kikan meninggalkan Cokelat band. Di tahun 2022 ini, Kikan akhirnya kembali kerumahnya yakni band yang membesarkan namanya itu. Kikan menyebut bahwa selama 12 tahun ini ia tengah bereksplorasi. Dan saat ini lah waktunya untuk kembali pulang ke Cokelat Band.
Hal itu disampaikan pula melalui unggahan di Instagram-nya baru-baru ini. “Karena terkadang, perlu 12 tahun untuk memahami bahwa keselarasan resonansi adalah sebuah kemewahan,” tulis Kikan Namara.
Tak hanya Kikan, satu lagi yang juga mengejutkan adalah kehadiran Ervin Syam Ilyas (drummer) yang juga kembali untuk Cokelat band. Satu penanda kembalinya formasi ini adalah video musik “Bendera” yang dirilis ulang pada 20 Agustus lalu.
“Kehadiran kembali Kikan juga Ervin, melengkapi puzzle Cokelat yang pernah kosong. Sayang rasanya kalau kita biar kosong kembali, jadi kenapa kita tidak teruskan saja dengan penuh semangat serta enerji yang baru lagi tentunya,” jelas sang bassist Cokelat, Febrianto Nugroho Surjono (Ronny).
Hal yang sama disampaikan Edwin Marshal Syarif (guitaris),”Kekuatan persaudaraan kita yang membawa Cokelat utuh kembali seperti semula. Sayang, jika kita dipertemukan hanya sekedar untuk memenuhi undangan pentas reunian. Jadi, kenapa tidak dilanjutkan saja untuk kita terus bersama.”
“Kembalinya Kikan juga Ervin seperti menemukan kembali enerji baru buat Cokelat. Walau dulu kita sempat berbeda ide atau berselisih faham, kini rasanya kita semua jauh lebih dewasa dan bijak dalam bersikap. Ya, mungkin karena faktor usia, jadi kita mulai menikirkan Cokelat kedapan lagi,” tambah Ernest Fardiyan Sjarif (guitars).
Cokelat bukan sekedar band, tetapi sudah menjadi entitas, satu kolektif unit yang memiliki dedikasi untuk selalu persembahkan karya terbaik secara bersama untuk anak negeri. Hal ini dibutuhkan kedewasaan setiap individu didalamnya dan menunjukan konsistensi yang tinggi, bahwa Cokelat memiliki prioritas, yakni hadir untuk musik.
Menyatukan banyak kepala memang bukan hal mudah, sangat rentan gesekan dan konflik. Membutuhkan kompromi tingkat tinggi bagi mereka untuk dapat menjadikan selisih pendapat sebagai ruang diskusi yang solutif. Ingat! Ada hutang rasa yang selalu dirindukan para penikmat musik Cokelat, yang pada sebuah masa perjalanan mereka pernah ditemani sejumlah lagu hits-nya.
Banyak yang sudah tak sabar untuk kembali melihat penampilan Kikan (vocals), Ervin (drums), Edwin dan Ernest (guitars), serta Ronny (bass), mengangkat kembali bersama-sama ‘Bendera’ Coklat setinggi-tingginya. Panjang umur musik Indonesia, panjang umur juga buat Cokelat.
(Foto; Dok. Coklat Band)