Urbannews | Festival Film Wartawan bukan sekadar deretan pemutaran film dan sorak penonton yang memadati ruang gelap. Ia adalah napas panjang dari para jurnalis yang pernah, sedang, dan akan terus menulis dengan cahaya—menyulam kenyataan dengan nurani. Setiap pilihan film, setiap penghargaan, bahkan setiap perdebatan kecil di ruang diskusi, selalu mengandung roh yang tak kasat mata: roh para pencatat zaman.
Di balik layar festival ini, ada denyut yang berbeda. Ia bukan sekadar selebrasi karya, melainkan refleksi atas makna profesi. Di sana, jurnalis tak hanya menjadi pelapor, tapi juga penjaga ingatan kolektif bangsa. Mereka hadir dalam bentuk cerita yang hidup di layar, dalam gambar yang menatap balik penontonnya, dalam sunyi yang berbicara lebih lantang daripada mikrofon konferensi pers.
Maka, ketika festival akan usai dan lampu kembali menyala, yang tertinggal bukan sekadar pujian atau tepuk tangan. Ada sesuatu yang menetap di dada masyarakat penikmat film—rasa hormat pada kerja sunyi para wartawan, yang di setiap liputannya mengandung kemungkinan menjadi film, dan di setiap filmnya menyimpan jiwa seorang pewarta.
Festival Film Wartawan bukanlah perayaan tahunan biasa. Ia adalah upacara jiwa—di mana kamera dan pena bersekutu, menulis ulang sejarah kecil manusia dengan cinta, keberanian, dan nurani yang tak bisa dipadamkan waktu.