UrbannewsID Event | Bicara teater atau drama di Indonesia, sebenarnya sudah berkembang sejak lama. Pada masyarakat tradisi, salah satu seni teater yang dikemas sebagai sarana hiburan rakyat yakni ‘Wayang Orang’, ‘Ketoprak’ atau ‘Sintren’ yang lahir dari masyarakat agraris sejak abad XIX. Secara konsep sama, sebuah seni drama yang menampilkan adegan orang lewat sebuah gerakan, tarian, serta nyanyian yang disajikan lengkap dengan dialog dan juga akting para pemainnya.
Seiring perkembangan zaman, seni pertunjukan teater atau drama kini berubah bentuk, terutama dari sisi konsep cerita maupun penataannya. Secara kreatif, lebih mengesankan dari tata panggung yang spektakuler, komposisi musik, desain kostum, hingga alur cerita yang digarap secara serius dan menggelitik. Seperti yang digagas Maria Novita Johannes, atau yang akrab di sapa Mhyajo (mia-jo), lewat sebuah pertunjukan teaterikal atau drama musikal berjudul ‘Bunga Untuk Mira’, yang akan digelar 22 & 23 Desember 2018 mendatang di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Drama musikal yang terinspirasi dari cerita legenda Nusantara, Bawang Merah dan Bawang Putih ini. Di tulis oleh Mhya, awalnya bukan untuk pertunjukan musikal tapi untuk format baru bagi pertunjukan seni lainnya. Namun, melihat peluang dan masukan dari banyak pihak, Mhya pun merubahnya menjadi naskah musikal selepas ia balik dari berguru di Lincoln Centre, New York, Amerika Serikat. Tanpa berlama-lama, awal 2018 Mhya pun bergerak untuk mewujudkan naskahnya dengan menggandeng rekan lamanya untuk ikut terlibat yaitu musisi muda, Mondo Gascaro, yang akan menangani musik. Dan, Ufa Sofura, penata gerak dan tari muda belia, memiliki pengalaman pentas di Broadway, New York.
Pertunjukan ‘Bunga Untuk Mira’ yang di helat 7evenNotes, Mhya bersama Mondo dan Ufa Sofura melakukan proses kreatif lewat pelbagai diskusi dan workshop untuk membedah naskahnya, memplot ceritanya, tokoh-tokohnya beserta karakternya, musik dan lagunya, gerak dan tari, serta akting para pemainnya, yang terdiri dari 2 babak dengan 17 adegan. Berikutnya, melakukan audisi untuk mencari pemeran untuk mengisi karakter masing-masing tokoh. Dan, di dapatlah Shae, bintang cantik yang sukses dengan single ‘Sayang’ nya, dan ikut main dalam beberapa film seperti Basahhh (2008) dan 3600 Detik (2014), berperan sebagai Mira, tokoh utamanya.
Ada pula, pria berdarah Jawa-Ceko Daniel Adnan, yang karirnya melesat lewat film karya Joko Anwar ‘Gundala Putra Petir’, dan ikut juga berperan dalam film Buffalo Boys. Lalu ada Dea Panendra yang dikenal luas lewat perannya dalam film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak, dan juga penerima penghargaan sebagai Pemeran Pendatang Baru Teravorit dalam IMAA Awards 2018, lalu. Ikut terpilih, Johan Yanuar yang dikenal sebagai TV host (sportcaster) di MNC Sport. Serta Maya Hasan, seorang pemain harpa nan jelita. Seperti juga diketahui Maya, ikut berperan dalam film Koper, karya Richard Oh. Selain itu tampil dalam pelbagai pentas teater seperti Gallery of Kisses, 1001 Nights, sampai karya Slamet Rahardjo, Rumah Boneka.
Pementasan Musikal ‘Bunga Untuk Mira’, Mhyajo selain sebagai ide cerita, sutradara, penulis naskah, ia juga turun tangan langsung sebagai direktur artistik. Mhya juga di dukung Risdo Sinaga, sebagai direktur tehnis. Iwan Hutapea yang sarat pengalaman sebagai penata cahaya internasional, bekerjasama dengan penata visual, Alexander Triyono. Beberapa kostum yang di konsepkan, diproduksi oleh Kleting Titis Wiganti (pembawa brand KLE) dan juga aksesoris yang dipakai beberapa pemain adalah hasil karya Andi Yulianti (House of Jealouxy) dipastikan akan memperkuat karakter dari musikal Bunga Untuk Mira.
Sebagai pekerja kreatif, Mhyajo yang sukses lewat sebuah pagelaran kolosal yang melibatkan 1.586 pekerja seni di kultural bertajuk Colors of Indonesia di Garuda Wisnu Kencana, Bali, pasti memerlukan tenaga ekstra. Dalam Bunga Untuk Mira, dimana Mhya menyebut pagelarannya berjenis pop musikal karena terdapat genre jazz fantasi berbalut unsur teaterikal serta twist-twist sebagai kejutan. Menurut Mhya, berperan sebagai penulis dan sutradara yang melibatkan 43 pekerja seni, tidak kalah menantang, malahan enerji yang diperlukan bisa berlipat lagi. “Angka-angka hanyalah simbol. Karena proses kreatif yang dikerjakan, sebagai seorang sutradara tugasnya sama beratnya di setiap produksi, baik itu skala besar ataupun kecil,“ pungkas Mhya, Senin (26/11) sore, di Jakarta.|Edo (Foto Ihsan)