Borobudur Writers & Cultural Festival 2017: Mengungkap Jejak Peradaban Masa Lampau!

Uncategorized245 Dilihat

image

Jakarta, UrbannewsID.com | Borobudur Writers & Cultural Festival 2017, kembali digelar untuk ke-6 kalinya. Acara ini mengangkat tema: Gandawyuha dan Pencarian Religiusitas Agama-agama Nusantara. Perhelatan yang merupakan upaya mengangkat khazanah pengetahuan dan peradaban nusantara ini dihadiri pelbagai pihak, antara lain para budayawan, akademisi di dalam maupun luar negeri, peneliti, jumalis, penulis, novelis, penyair, seniman, musisi, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat. Setiap perhelatan BWCF selalu hadir tidak kurang 350 orang untuk saling bertukar pemikiran, bertukar karya buku, dan yang tidak kalah penting adalah memperkukuh persahabatan di antara sesama.

BWCF 2017 diselenggarakan selama tiga hari pada Kamis-Sabtu, 23-25 November 2017 di Yogyakarta dan Magelang. Acara diawali di Hotel Grand Inna Malioboro, Yogyakarta. Selanjutnya di Hotel Manohara, dan pentas seni di Taman Aksobya, Lapangan Kenari di Kompleks Candi Borobudur, Magelang. Dan diakhiri di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta. Pada pehelatan BWCF ke-6 kali ini akan digelar pelbagai acara. Ada seminar, pentas kolaborasi tari-rupa-musik, musik, pembacaan puisi, meditasi pagi, pemutaran film, pameran foto, pesta buku, dan pemberian penghargaan.

Seminar diselenggarakan dua hari, dengan tema sentral soal keberagaman dalam hal berkeyakinan. Pada hari pertama, mengangkat tema “Gandawyuha dan esoterisme Borobudur”. Gandawyuha muncul dalam relief sebanyak 460 panel di lorong 2, 3, dan 4 Candi Borobudur. Dalam Gandawyuha terdapat kisah Sudhana yang menjalani laku menggapai pencerahan tertinggi dalam KeBudhaan. Sudhana berguru kepada banyak guru, baik dari kalangan Bhikku dan orang-orang biasa. Sesi ini membahas Gandawyuha sebagai bagian bangunan Candi Borobudur dalam kaitannya dengan Budha, dan Gandawyuha yang membabar kisah Sudhana meraih pencerahan teringgi dalam KeBudhaan.

Sesi selanjutnya “Dari Katholik, Konghucu, Budha hingga Islam Nusantara” membahas dialog dalam tataran teologi dari agama Katholik, Buddha, Islam Nusantara dan Konghucu. Dalam sesi ini agama selalu membangun dialog dengan konteks budaya, dengan keyakinan lain, dalam rangka mencari kebenaran. Dalam pencarian itu tersirat kuat adanya keberagaman. Berikutnya, “Pengalaman Ketuhanan Penghayat dan Religi Nusantara” membahas adanya agama-agama yang ada di nusantara. Agama yang tumbuh secara lokal, tetapi juga meluas secara mondial. Mereka adalah Parmalim, Kejawen, Sunda Wiwitan, Lamaholot, Marapu, Kaharingan, dan masih banyak lagi.

Perhelatan kebudayaan yang dilakukan berturut-turut ini dimaksudkan semata untuk meningkatkan marwah kebudayaan nusantara. Kebudayaan di nusantara ini merupakan budaya yang terus-menerus hidup dalam proses saling negosiasi di antara beragam pengaruh yang ada. Dalam proses tawar-menawar dan berlangsung ribuan tahun itu terdapat jejak yang masih dilacak untuk mencari garis evolusinya. Cakupan kebudayaan di Asia Tenggara im merentang sebelum masehi hingga kini. Di sinilah posisi BWCF untuk menelisik kembali dan membincangkan kembali peradaban di nusantara. Dalam BWCF segala topik mengenai nusantara menjadi panting dan berguna dalam menyusun lanskap peradaban nusantara. Pada titik ini diharapkan menimbulkan kebanggaan, penghormatan, pemeliharaan, dan pemanfaatan bagi kehidupan yang leblh balk bagi kebudayaan di nusantara.|Edo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *