Urbannews | Bayangkan 15.000 ton limbah tusuk sate menumpuk setiap tahunnya – setara dengan berat 2.500 ekor gajah Afrika! Inilah kenyataan pahit di balik nikmatnya sate, hidangan favorit masyarakat Indonesia. Tumpukan limbah ini bukan hanya memenuhi TPA, tapi juga menyumbat saluran air, mencemari tanah, dan bahkan mengancam kesehatan masyarakat. Di Jakarta, dengan ribuan pedagang sate tersebar di seluruh penjuru kota, permasalahan ini semakin mendesak.
Limbah tusuk sate sekali pakai, yang seringkali dibuang sembarangan, menjadi ancaman serius. Selain menjadi salah satu penyumbang sampah yang signifikan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), tusuk sate yang tajam juga berpotensi melukai petugas kebersihan. Menyikapi hal tersebut, Boolet, organisasi yang berfokus pada pengelolaan limbah tusuk sate dan sumpit, hadir dengan solusi inovatif: program “Re-Skewer”.
“Re-Skewer” adalah program yang bertujuan untuk mengedukasi dan mengajak para pedagang sate, khususnya di Jakarta, untuk mengelola limbah tusuk sate secara aman dan efektif. Program ini tidak hanya sekedar wacana, tetapi menawarkan solusi konkret dengan sistem reward yang menarik.
“Melalui ‘Re-Skewer’, kami ingin mengubah persepsi bahwa limbah tusuk sate adalah sampah yang tidak berguna. Kami ingin menunjukkan bahwa limbah ini bisa menjadi sumber daya bernilai jika dikelola dengan benar,” ujar Cindy Susanto, Chief Executive Officer Boolet.
Bagaimana cara kerjanya? Sangat mudah! Pedagang sate diajak untuk mengumpulkan limbah tusuk sate mereka. Setiap 1 kilogram limbah yang terkumpul dapat ditukarkan dengan ½ kilogram arang briket. Bayangkan, selain ikut melestarikan lingkungan, pedagang sate juga bisa memangkas biaya operasional mereka!
Tak hanya berhenti di situ, “Re-Skewer” juga memiliki visi jangka panjang yang inspiratif. Limbah tusuk sate yang terkumpul akan diolah dan didaur ulang menjadi berbagai produk bernilai tinggi, seperti kacamata, tatakan gelas, kotak tisu, hingga furnitur. Boolet telah berhasil menciptakan prototipe produk-produk ini dan berencana untuk memproduksinya secara massal.
Program ini mendapatkan respon positif dari para pedagang sate. Pak Budi, seorang pedagang sate di kawasan Jakarta Selatan, mengaku sangat terbantu dengan program ini. “Biasanya saya buang tusuk sate begitu saja, sekarang jadi lebih rapih dan dapat arang gratis. Lumayan buat tambahan,” ungkapnya sambil tersenyum.
Dalam waktu singkat, “Re-Skewer” telah berhasil mengumpulkan dan mengolah puluhan ton limbah tusuk sate. Kesuksesan ini menunjukkan bahwa perubahan positif dapat terwujud melalui kolaborasi dan solusi yang inovatif.
Anda juga bisa menjadi bagian dari perubahan ini! Dukung program “Re-Skewer” dengan menyebarkan informasi ini ke media sosial Anda. Kunjungi website Boolet untuk mengetahui lokasi pengumpulan tusuk sate terdekat atau informasi lebih lanjut tentang program ini. Bersama, mari kita wujudkan Indonesia yang bebas dari limbah tusuk sate dan membangun ekonomi sirkular yang berkelanjutan.
459str