Urbannews | Di pusat keramaian Jakarta, di lantai gemerlap Emporium Hotel, Tease Club berdiri sebagai sebuah oasis cahaya dan dentuman. Malam di klub itu seperti jarum jam yang enggan bergerak—setiap detik dipeluk kilau lampu, gema bass, dan siluet orang-orang yang datang bukan hanya untuk menonton, tetapi untuk merayakan hidup. Di sinilah, dalam ruang yang dirancang nyaris teatrikal, industri musik Indonesia menemukan salah satu titik gravitasinya yang baru.
Tease Club bukan sekadar venue hiburan; ia adalah panggung masa depan, tempat teknologi dan kreativitas saling menyapa. Sistem pencahayaan Madrix Lighting memahat udara menjadi tarian warna, sementara efek Spacular, Flame, hingga Confetti Gun menjadikan setiap pertunjukan bak ledakan karnaval. Sebuah videotron raksasa berdiri megah di panggung, menjelma sebagai jendela visual yang menambahkan keagungan pada setiap konser. Perpaduan elemen-elemen ini mengukuhkan Tease Club sebagai laboratorium hiburan kelas atas yang jarang ditemui di lanskap urban Jakarta.
Kini, Tease Club menegaskan positioning barunya: bukan hanya rumah bagi musik elektronik, tetapi juga panggung bagi ragam genre—dari musik keras, pop alternatif, R&B modern, hingga aliran progresif yang kian menyihir generasi muda. Tease Club memahami bahwa dinamika selera musik terus berubah, terutama di tangan Gen-Z, generasi yang haus eksplorasi, lintas-genre, dan estetika pengalaman. Namun, dalam langkah inovatif itu, klub ini tidak melupakan tamu tetap yang selama ini setia menghidupkan atmosfer malamnya. Alih-alih menggantikan, Tease Club memperluas spektrum: menghadirkan ruang yang mampu merangkul kedua dunia—yang baru dan yang loyal.
Pada gelaran “Distorsi Gegap Gempita”, Sabtu (29/11) malam, positioning tersebut terasa nyata. Musik keras yang menggelegar dipadukan dengan tata produksi berkualitas tinggi, menghasilkan malam yang bukan sekadar pertunjukan, tetapi perayaan keberagaman musik. Di tengah kerumunan penonton, Ganie, Talent Director Tease Club, menegaskan arah baru ini.
“Kami ingin Tease Club menjadi ruang yang inklusif bagi semua genre, termasuk musik keras yang kini kembali digandrungi anak muda. Ini adalah langkah awal kami untuk memperluas pangsa pasar dan mendukung regenerasi musisi lokal,” ujarnya. Bagi Ganie, membuka panggung bagi musisi muda bukan hanya strategi, melainkan investasi terhadap masa depan ekosistem musik Indonesia.
Dengan positioning inovatif ini, Tease Club bergerak menjadi cultural hub yang menghubungkan industri, komunitas, dan eksperimen kreatif. Di panggung ini, musik elektronik berdampingan dengan metal; pop alternatif berbagi energi dengan R&B; dan kolaborasi lintas-genre menemukan rumahnya. Kombinasi antara teknologi panggung canggih, keberanian kurasi, serta segmentasi yang merangkul generasi baru tanpa meninggalkan generasi loyal, menjadikan Tease Club sebagai katalis perubahan.
Dalam kilatan lampu dan tepuk tangan yang memanjang hingga dini hari, Tease Club mengirim pesan yang tegas: hiburan bukan lagi sekadar pesta malam, melainkan jembatan menuju ekosistem musik yang inklusif, progresif, dan berani mengeksplorasi. Di sinilah panggung baru itu bermula—panggung tempat generasi lama dan baru berdiri berdampingan merayakan musik.


