UrbannewsID Musik | Suasana Melody Music Bar & Lounge Grand Kemang Hotel, Jakarta, Kamis (2/8) malam, mendadak religius. Selimir kerohanian yang mencuat, bukan seperti lazimnya hari besar perayaan umat dengan segala pernak-pernik penghias sebagai simbol menyambut ramadhan atau natalan. Tapi, lebih kepada narasi melodius puji-pujian serta doa-doa yang meluncur dengan merdu lewat nada dan kata dari grup musik yang menamakan dirinya ‘Ustadz Jamming’.
Malam itu, memang nuansanya sangat berbeda dari hari biasanya. Panggung berukuran 2,5 m x 5 m dipenuhi instalasi aneka ragam instrumen musik, meja plus kursi ditata round table didepannya dipenuhi tamu yang hadir dengan gaya busana & profesi yang berbeda, dengan seksama menyimak puja-puji kepada Tuhan lewat lagu atau musik sebagai nutrisi pemberi asupan penyadaran akan adanya Tuhan, atau yang “dituhankan”.
Acara yang digagas oleh Halaqah Kreatif, sebuah grup pengajian yang berisikan hamba-hamba Allah lintas generasi dan profesi (khususnya kreatif), bekerjasama dengan Harry ‘Koko’ Santoso dari Deteksi Production, merilis single kedua Ustadz Jamming (produk musik Halaqah Kreatif) berjudul “Menunggumu” (ciptaan Krisna J Sadrach – Sucker Head). Dan, ini sekaligus juga memperkenalkan Ustadz Jamming yang akan menjadi pembuka para penampil di Indie Season Road To International Indie Music Festival – Pekan Raya Indonesia 2018.
Berbeda dengan single pertama Hingga Waktu’ yang sangat melodius, ‘Menunggumu’ bernuansa dark. Dibawakan oleh musisi yang baru bergabung di Ustadz Jamming yakni Yukie Martawidjaja (vokal – Pas Band), Moch Reza alias Rere (drum – Grassrock) serta Ahmad Oktaviansyah (bas). Kemudian, gitaris Sucker Head Medy Too dihadirkan sekaligus untuk mengenang 2 tahun wafatnya Krisna J Sadrah. Sedangkan aransemennya masih dikerjakan oleh duet yang sama : Didit Saad (produser) dan Adnil Faisal (co produser).
Selain perkenakan single kedua, menyuguhkan pula penampil musisi lainnya yang lebih dulu berada di skuad Ustadz Jamming, yakni Deddy Lisan (Andra & The Backbone), Uchie Wiby, Tri Witarto Edi Purnomo (Gitaris Grassrock) dan Yaya Moektio (ex Drummer GodBless). Dan, paling menarik hadirnya sang rocker yang kini menjadi Ustadz yaitu Yuke Sumeru. Yuke yang sempat menjadi bassis grup band ‘Gong 2000’ ikut naik keatas panggung mengeluarkan ‘senjata andalan’ yang selama 12 tahun disimpannya rapat2, yaitu bass fretless. Di Indonesia, diyakini sang Ustadz adalah musisi pertama yang menggunakan produk Ibanez jenis tsb.
Acara yang dimotori Denny Mr dan Anasthasia Sadrach, serta dipandu Ryan ‘Ncek’ Kampua dan Shinta Priwit dari Majlis Halaqah Kreatif, Ustadz Yuke Sumeru tidak saja menunjukan kepiawainya membetot bass, tapi juga ia dinobatkan menjadi narsum kajian atas lirik ‘Menunggumu’. Lirik memang menyimpan kekuatan magis, tapi apakah ketika penikmatnya mendengarkan lagu religi yang dibuat dan dinyanyikan sang musisi, mampu mengajak mereka merenung dan meresapinya, hingga pesan yang disampaikan tercapai.
Pertanyaan tersebut diatas kerap muncul, lirik bukan sekedar deretan kata-kata, tapi ia bisa bermakna do’a. Mendengarkan musik religi tak sebatas lewat telinga, tapi juga lewat hati. Mengapa demikian? Ya, karena musik adalah jiwa. Musik telah menjadi bagian dari kehidupan manusia baik dalam aktifitas sakral maupun profan, ia memiliki daya magis yang mampu menghipnotis, oleh karenanya musik memiliki peran yang sangat penting sepanjang sejarah manusia.
Malam itu, memang sebatas mengkaji lirik, tapi mencuat pula pertanyaan seputar perdebatan yang muncul diluaran sana persoalan berkesenian, wabil khusus musik, antar ulama yang membolehkan, makruh sampai mengharamkan. Ustadz Yuke memberi gambaran soal musik itu boleh atau haram, berpijak pada dalil atau hadist shoheh yang kita yakini dan dianggap benar. “Kita juga perlu belajar sejarah Islam dengan riwayat para sahabat Nabi. Tuhan menciptakan dua otak yakni kiri dan kanan untuk kita gunakan, antara logika dan eksak harus sejalan,” jelasnya.
Sebagai produk kebudayaan, saya juga meyakini bahwa musik memang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Ia saling mengikat, karena musik adalah presentasi gagasan manusia sebagai individu maupun masyarakat, sebagai ungkapan rasa, ekspresi dan indikator eksistensi manusia. Musik diciptakan bukan hanya untuk dinikmati keindahannya saja, melainkan juga dijadikan sarana mengungkapkan rasa kekaguman manusia pada Sang Pencipta Alam, Yang Maha Tinggi.
Ia menjadi ibadah, ritual keagamaan dalam konteks kepercayaan masa lalu. Dalam peribadatan kuno, musik sangat urgen, ia jembatan yang mampu mengerakkan manusia yang lainnya menjadi satu-rasa, oleh karenanya dikatakan mampu membangun daya magis. Hal itu dapat kita rasakan bahkan hingga masa sekarang, puji-pujian, doa-doa diucapkan dengan merdu bukan semata-mata untuk keindahan saja, melainkan membangun kekhusyukan ibadah. Telah banyak kita lihat di berbagai umat beragama dalam peribadatannya, di dalamnya kita temukan banyak unsur musik, murrậtal, azan, qira’at dan sebagainya.
Musik terus berkembang sejalan dengan kehidupan manusia, di tataran ritual sakral, musik telah menjadi dirinya sendiri dalam tataran disiplin ilmu dan kesenian yang telah menjadi pembahasan khusus sejak era Pythagoras. Sebagai karya, musik adalah manifestasi perasaan manusia terhadap apa yang dihadapi dalam kehidupannya. Ketika pemain dan pendengar berada dalam keselarasan yang hakiki dan masing-masing bisa merefleksikan dan merespons apa yang dihasilkan orang lain, mempunyai bentuk dialog yang mungkin berhasil merefleksikan hubungan manusia dengan sang Pencipta.
Musik yang berkelindan dengan ketenangan, dapat membentuk ruang yang kuat untuk Kita berkontemplasi. Maka, musisi saat membuatnya harus memiliki sense of art, harus punya nilai lebih lewat kekuatan syair-syairnya yang mengikat, dan secara musikalitas juga apik, akan terjadi sinergitas yang powerfull dengan pendengarnya. Ustadz Jamming mencoba mengolah kata dengan butiran do’a di lagu keduanya ‘Menunggumu’. Semoga saja, lagu-lagu yang dibawakan Ustadz Jamming benar-benar bertaji mengajak semua orang merenung dan meresapinya menuju jalan kebaikan serta keabadian.|Edo