Sikap Ketua DPD Jakarta Backstagers: Royalti Pertunjukan Boleh Saja, Tapi Harus Jelas dan Adil

Urbannews | Sebagai bagian dari komunitas pelaku pertunjukan dan penyelenggara acara yang berada di garis depan industri hiburan tanah air, Ketua DPD Jakarta Backstagers, Lingga, menaruh perhatian serius terhadap kebijakan mengenai pembayaran royalti pertunjukan. Dirinya menyambut baik upaya pemerintah dalam melindungi hak ekonomi para pelaku seni dan musik, namun juga merasa perlu menyampaikan beberapa catatan kritis demi terciptanya kebijakan yang adil, transparan, dan dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan.

Menurut Lingga, DPD Jakarta Backstagers tidak menolak adanya kewajiban membayar royalti performa. Namun, sikap kami jelas: kami mendukung dengan beberapa syarat penting yang harus diklarifikasi dan diperbaiki terlebih dahulu.

1. Klarifikasi Istilah “Pelaku Pertunjukan” dan “Pertunjukan”

o Kami menekankan perlunya definisi yang jelas dan mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terkait siapa yang dimaksud dengan pelaku pertunjukan dan apa yang dimaksud dengan pertunjukan itu sendiri. Tanpa kejelasan terminologi ini, aturan bisa multitafsir dan menyulitkan implementasi di lapangan.

2. Pengertian Kata “Pengguna”

o Siapa yang disebut pengguna? Apakah penyelenggara acara, artis, sponsor, atau pihak lain? Pemahaman yang ambigu bisa menimbulkan beban tanggung jawab yang tidak proporsional kepada pihak penyelenggara.

3. Keadilan dalam Distribusi Hak Ekonomi

o Harus dipahami bahwa dalam dunia pertunjukan, tidak semua acara menghasilkan keuntungan. Bila sebuah acara mengalami kerugian, apakah tetap adil jika beban royalti harus tetap dibayarkan? Perlu mekanisme yang adil agar royalti tidak menjadi beban sepihak bagi penyelenggara.

4. Royalti Harus Tercantum dalam Rider Artis

o Jika memang ada kewajiban royalti, seharusnya nominal atau persentasenya dimasukkan dalam rider artis dan dibayarkan bersamaan dengan fee artis. Royalti tidak bisa dihitung dari fasilitas atau sistem pendukung teknis yang digunakan oleh performance tersebut.

5. Acara Launching Album atau Single Artis

o Bagaimana dengan acara yang justru diselenggarakan untuk kepentingan artis sendiri, seperti launching album atau single? Apakah penyelenggara tetap wajib membayar royalti dalam konteks tersebut? Ini harus dijelaskan dengan rinci dan masuk akal.

6. Masalah Perizinan Tidak Bisa Dihubungkan Langsung dengan Pembayaran Royalti

o Kami menolak logika bahwa perizinan hanya akan diberikan jika royalti sudah dibayar. Bagaimana jika setelah membayar royalti, ternyata artis yang bersangkutan ditolak tampil karena alasan keamanan atau penolakan dari masyarakat? Hal ini dapat merugikan penyelenggara secara sepihak.

7. Pemerintah Harus Melibatkan Semua Pihak Terkait

o Kebijakan publik tidak boleh dibuat sepihak. Pemerintah harus terlebih dahulu melakukan sosialisasi menyeluruh, khususnya di lingkungan pemerintahan sendiri. Jika dalam proyek pemerintah pun belum ada alokasi anggaran untuk royalti performa, maka itu menunjukkan belum siapnya implementasi dan minimnya pemahaman teknis di lapangan.

Kami mendukung perlindungan hak cipta dan pemberian hak ekonomi kepada para pencipta dan pelaku seni. Namun semua kebijakan harus dibangun di atas landasan kejelasan, keadilan, dan partisipasi. DPD Jakarta Backstagers siap dilibatkan untuk berdialog, menyusun mekanisme, dan menjadi mitra pemerintah dalam menyukseskan ekosistem pertunjukan yang sehat dan berkeadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *