Rocker Kasarunk: Saat Lagu Baru Menjadi Doa yang Lembut

Urbannews | Di antara gemuruh distorsi dan citra keras seorang rocker, ada ruang sunyi yang jarang tersentuh — ruang tempat ego luluh, dan kejujuran berbicara tanpa topeng. Dari ruang itulah Rocker Kasarunk menulis lagu barunya, “Aku Sedang Tak Percaya Diri.” Sebuah karya yang mengejutkan bukan karena raungan gitarnya, melainkan karena keberaniannya menelanjangi rasa takut yang paling manusiawi: takut kehilangan cinta seiring usia menua.

Rocker Kasarunk dan Kejujuran yang Menelanjangi Hati

Bagi band yang diperkuat oleh Ferdy Tahier (vokal), M Aditia Sahid a.k.a Acoy (Gitar), Ricky Rahmadi (Bass), Robi Hasibuan (Keyboard) dan Christian Wibisono (Drum), kerap identik dengan energi rock berkarakter maskulin, langkah ini terasa seperti membuka baju zirah. Liriknya membawa kita ke ruang sunyi yang biasanya disembunyikan di balik suara distorsi dan tawa panggung.

Ada sesuatu yang rapuh namun indah dalam lagu terbaru Rocker Kasarunk, “Aku Sedang Tak Percaya Diri.” Lagu ini bukan tentang kegagahan, bukan pula tentang heroisme khas rocker yang biasanya bermain dengan distorsi gitar dan sorakan panggung. Sebaliknya, lagu ini adalah sepotong kejujuran yang nyaris telanjang — pengakuan seorang pria yang takut kehilangan cinta seiring waktu mencabik pesonanya.

“Masihkah kau ada, bila aku menua?”
Pertanyaan sederhana ini menggema seperti doa yang terlontar dari hati yang gamang. Ia lahir dari kegelisahan universal: ketakutan menjadi tidak lagi cukup — tidak lagi muda, tampan, atau memesona di mata orang yang dulu mencintai kita.

Rocker Kasarunk, yang biasanya dikenal dengan gaya vokal penuh tenaga dan lirik yang menggugat dunia luar, kini menunduk menatap dirinya sendiri. Ia berbicara lirih, nyaris seperti menulis surat cinta yang terlambat dikirim. Nada-nadanya lembut namun berat, seperti suara hati yang menua tapi masih ingin dicintai.

Dalam bait “Aku sedang tak percaya diri, ku takut kau tak cintai lagi”, terselip potret manusia modern yang selalu dibayangi standar kecantikan dan ketakutan ditinggalkan. Lagu ini menjadi refleksi emosional: bahwa bahkan seorang rocker pun bisa gentar menghadapi waktu — terutama ketika waktu mulai menguji cinta.

Vibe musik soft 70an yang progresi chord yang pada era itu dengan balutan instrumen yang mengiringinya terasa minimalis, memberi ruang bagi lirik untuk bernapas. Tiap kata seperti butiran hujan yang jatuh perlahan di jendela malam: jujur, sendu, dan hangat di saat yang sama. Tidak ada kemewahan kata-kata puitis yang berlebihan; justru kesederhanaan inilah yang membuatnya terasa dekat dan nyata.

Secara tematik, lagu ini berbicara tentang ketidakamanan diri (insecurity) yang muncul dalam cinta jangka panjang. “Menua,” “tak rupawan,” dan “tak percaya diri” adalah simbol-simbol dari kecemasan universal: bagaimana bila cinta tak cukup kuat menahan waktu?

Namun, menjelang akhir lagu, “Teruslah dirimu jadi milikku / Hingga nanti waktuku tiba.” Ada nada pasrah yang tenang — bukan menyerah, tapi menerima bahwa cinta adalah hal yang selalu menuntut keyakinan. Lagu ini pun menutup dirinya dengan harmoni lembut, seolah mengatakan: aku mungkin menua, tapi cintaku tetap muda.

Rock yang Lembut, Lirik yang Telanjang

“Aku Sedang Tak Percaya Diri” adalah karya yang memperlihatkan bahwa Rocker Kasarunk tak hanya pandai berteriak lewat distorsi, tapi juga bisa berbisik dengan tulus. Di tangan mereka, rock bukan sekadar genre — melainkan ruang pengakuan bagi rasa takut, rindu, dan cinta yang tak sempurna.

Jika di banyak lagu cinta kita mendengar janji, di lagu ini kita justru mendengar keraguan yang berani diucapkan — dan justru karena itulah, ia terasa begitu nyata.

Lagu ini mengingatkan kita bahwa cinta sejati tidak diukur dari wajah yang tak lagi muda, atau tubuh yang tak lagi kuat. Ia diuji oleh waktu, tapi juga disucikan oleh ketulusan. Rocker Kasarunk, dengan suara seraknya yang kini terdengar lebih lembut dari biasanya, seolah ingin berkata: di balik semua kebisingan dunia, kita semua hanyalah manusia yang ingin terus dicintai — meski perlahan menua, meski tak lagi sempurna.

Dan mungkin di situlah letak keberanian sejati seorang rocker: bukan pada panggung yang gemuruh, melainkan pada kejujuran untuk berkata “aku sedang tak percaya diri” — dan tetap bernyanyi dengan hati yang terbuka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *