Program Jaminan Sosial Nasional Perlu Lebih Merangkul PMI dan Keluarganya

Nasional550 Dilihat

Foto (dari kiri ke kanan); Sofie Syarif (moderator), Yana Anusasana (Direktur Penempatan Kawasan Amerika dan Pasifik – BP2MI), Soegeng Bahagijo (Peneliti dari INFID), Nindya Putri (Sub Koordinator Bidang Kepesertaan Jaminan Sosial Penerima Upah)

Urbannews | Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) hari ini memaparkan hasil kajian pengawasan dan evaluasi berjudul “The Effectiveness of Social Security Implementation for Indonesian Migrant Workers (PMI) and their families and its impact during the Covid-19 Pandemic, yang antara lain menyimpulkan bahwa penyelenggaraan program jaminan sosial nasional saat ini perlu lebih merangkul Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan keluarganya. Penyusunan laporan ini didukung oleh badan kerja sama mitra pembangunan pemerintah Republik Federal Jerman, Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ).

Sebagai salah satu negara pengirim pekerja migran terbesar di Asia, setelah China dan Filipina, remitansi yang dihasilkan oleh pekerja Indonesia di luar negeri sebelum masa pandemi mencapai USD 11,4 Milyar (2019) atau bertumbuh 21% terhadap kurun waktu lima tahun sebelumnya (Bank Indonesia, 2020).  Meski menyumbangkan devisa yang tidak sedikit jumlahnya, Pekerja Migran Indonesia (PMI) masih saja rentan terhadap berbagai risiko, seperti gagal ditempatkan, ancaman penghentian kontrak maupun cuti tanpa dibayar. Risiko lainnya termasuk ketidakmampuan untuk menolak pekerjaan selama pemberlakuan karantina wilayah (lockdown), pengurangan hari kerja dan upah hingga ancaman pelecehan atau kekerasan dari pemberi kerja.

“Jaminan Sosial menjadi salah satu komponen vital perlindungan terhadap berbagai risiko tersebut, yang mencakup perlindungan sebelum bekerja, pada saat bekerja dan/ atau setelah bekerja,” ungkap Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN, Mickael Bobby Hoelman.

“Dalam konteks ini, jaminan sosial sebagai salah satu komponen perlindungan bagi pekerja migran memiliki peluang besar untuk menjadi jaring pengaman sosial (social safety net) bagi pekerja migran yang berada dalam kondisi rentan,” lanjutnya.

Hasil kajian turut menemukan bahwa masih banyak PMI yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana ditunjukkan oleh lebarnya kesenjangan dalam kepesertaan Jaminan Sosial (Jamsos) PMI.  Non Take Up rate, atau proporsi PMI yang belum ikut serta dalam program Jamsos PMI bahkan mencapai 67,7%. Temuan-temuan tersebut juga yang melandasi tiga rekomendasi DJSN dalam Policy Brief PMI adalah Kita. 

“Pertama, pentingnya perluasan cakupan perlindungan jaminan sosial bagi PMI dan keluarganya.  Kedua, memastikan kemudahan bagi PMI dan keluarganya dalam rangka mendapatkan manfaat perlindungan jaminan sosial.  Dan ketiga, pentingnya upaya untuk mengintegrasikan pendataan PMI guna meningkatkan manfaat perlindungan jaminan sosial,” pungkas Andie Megantara.

“Kajian ini memunculkan beberapa temuan penting yang dapat dipertimbangkan sebagai masukan bagi perbaikan kebijakan oleh berbagai instansi terkait, khususnya untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan pekerja Indonesia di luar negeri. Atas nama Kementerian Kerja sama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ), Pemerintah Republik Federal Jerman, GIZ senang telah dapat mendukung pelaksanaan kajian ini dan senantiasa berupaya membantu Pemerintah Indonesia untuk mengatasi beragam tantangan yang kompleks, terkait pertumbuhan inklusif guna menjangkau masyarakat luas, pemerintahan yang baik dengan jejaring kerja sama global, hingga energi terbarukan dan upaya penanganan atas perubahan iklim,” ungkap Makhdonal Anwar, Team Leader Program Migrasi & Diaspora, GIZ Indonesia.

Kajian turut menemukan masih terdapatnya tantangan akses informasi yang lengkap bagi PMI baik untuk kemudahan pendaftaran maupun melakukan proses klaim atas kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan, akibat minimnya sosialisasi dan edukasi, termasuk keterbatasan kanal pendaftaran dan pembayaran di negara-negara penempatan.  Tantangan yang sama juga dihadapi PMI terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), di mana meski wajib terdaftar sebagai peserta JKN, PMI belum secara otomatis terjamin manakala sakit atau memerlukan perawatan di luar negeri. Akibatnya, status kepesertaan PMI cenderung nonaktif karena iuran tidak dibayar yang berimbas manakala mereka pulang dalam kondisi sakit, PMI tidak otomatis terjamin serta perlu memproses ulang kepesertaan mereka dalam program JKN.

Berbagai kesenjangan dalam penyelenggaraan program Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia tersebut menyiratkan pentingnya perbaikan atas perlindungan jaminan sosial bagi PMI beserta keluarganya. Hasil kajian menyajikan beberapa rekomendasi untuk memperluas perlindungan melalui jaminan sosial bagi PMI di mana pun mereka berada sebelum bekerja, selama bekerja, dan/atau setelah bekerja sejalan dengan Amanat UU 18/ 2017 tentang Perlindungan PMI.

Beberapa rekomendasi tersebut, di antaranya:

a. Area Kebijakan

• Perbaikan (revisi) Permenaker 18/ 2000 guna mengurangi kesenjangan yang ada selama ini atas Jaminan Hari Tua untuk PMI, perluasan kepesertaan hingga kanal-kanal pendaftaran dan pembayaran yang mudah dijangkau oleh PMI yang bekerja di berbagai negara penempatan;

• Program Jamsos PMI yang cocok dengan kebutuhan PMI di luar negeri;

• Peningkatan kepesertaan PMI sebagai indikator kinerja utama BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan;

• Rencana aksi 80-90 persen kepesertaan PMI dalam tiga tahun ke depan;Inisiasi kerja sama bilateral dan regional terkait dengan portabilitas Jaminan Sosial.

b. Area Institusi

• Peningkatan Kepesertaan PMI dalam prioritas RKAT BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan;

• Rencana Aksi 3 Tahun Peningkatan Layanan PMI oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan;

• Penguatan Unit Layanan PMI dan SDM guna perluas cakupan kepesertaan dan Pelayanan PMI.

c. Area Operasi – Kegiatan

• Pembukaan Unit Layanan Online dan Offline untuk menjangkau PMI di 5 Negara Prioritas;

• BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan memperkuat pendataan dan survei kepada PMI;

• Kerja sama dengan Bank Himbara di 5 Negara Prioritas;

• Kerja sama dengan para pemangku kepentingan untuk Sosialisasi Edukasi termasuk dengan Serikat Pekerja PMI;

• Laporan Tahunan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan;

• Perbaikan layanan klaim bekerja sama dengan para pemangku kepentingan terkait;

• Kajian Lapangan lanjutan oleh DJSN- Kemnaker.

d. Rekomendasi bagi BP2MI

• Pelayanan akses dokumen dengan membuka akses pekerja migran ke SISKOP2MI.

Indonesia telah menetapkan Jaminan Sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial bagi pekerja migran, setelah sebelumnya skema jaminan sosial diserahkan kepada pihak swasta melalui skema asuransi TKI. Pada tahun 2017, pemerintah mengalihkan skema perlindungan sosial kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

74 komentar