Pameran Roso Pitu: Ekspresi Rasa dan Spiritual dalam Karya Seni

Urbannews_ Yogyakarta | Pameran seni rupa kontemporer “Roso Pitu” yang diselenggarakan oleh kelompok Wawasima Art di galeri BJ Arifin, Yogyakarta, dari 13 Juni hingga 13 Juli 2025, menawarkan sebuah eksplorasi mendalam terhadap elemen budaya melalui karya-karya tujuh perupa, antara lain BJ Arifin, Ferry Gabriel, Lio Gusca Vianos, RH Satrio Wibowo, Tri Sasongko, Tri Suharyanto, dan Tukirno B. Sutejo, mengeksplorasi tema ini melalui karya dua dimensi dan tiga dimensi.

Dengan menggabungkan konsep “roso” (rasa) dan “pitu” (angka tujuh), pameran ini tidak hanya menampilkan keindahan visual, tetapi juga mengajak pengunjung untuk merenungkan makna yang lebih dalam dari setiap karya. Dalam konteks umum, “roso” dalam Bahasa Jawa merujuk pada sensasi yang dirasakan oleh indra pengecap dan kulit, memberikan pengalaman indrawi terhadap makanan, minuman, dan sentuhan.

Selain itu, “roso” juga mencakup perasaan atau emosi subjektif yang berkaitan dengan respon psikologis, melibatkan perasaan, pikiran, dan reaksi fisik. Sementara itu, “pitu” sebagai angka tujuh, dalam konteks tertentu, digunakan sebagai awalan untuk membentuk kata-kata seperti “pitutur” (nasehat), “pituduh” (petunjuk/bimbingan), dan “pitulungan” (pertolongan). Kedalaman dan keluasan makna dari “roso” dan “pitu” inilah yang menjadi dasar bagi karya tujuh perupa, yang diterjemahkan secara bebas dalam pameran ini.

Karya BJ Arifin berjudul “Gotong Royong” menggambarkan sederet figur dengan gestur gerak di antara gedung-gedung tinggi, berukuran besar 5x3m, dan mengusung konsep “Bisikan Agung Semesta”. Sementara itu, Tri Suharyanto menampilkan karya tiga dimensi berupa sosok induk babi dan anaknya dalam karya berjudul “Memberi Kedamaian Anak-anak”, yang mencerminkan rasa spiritual yang terhubung dengan alam.

Ferry Gabriel melalui karya “Menuju Kesana #1 & 2” dengan tema besar “Terapi Jiwa”, Tukirno B. Sutejo dengan “Budha From Djawa”, RH Satrio Wibowo dengan “Borobudur Temple Light”, dan Tri Suharyanto dengan “Belajar Dari Kenyataan” mengekspresikan letupan-letupan rasa spiritual yang terhubung dengan kekuatan yang lebih tinggi dan ketuhanan.

Lio Gusca Vianos dengan karya “Celebration”, “Moving To be Balancing”, dan “Bangkit” menyampaikan esensi dari rasa spiritual yang mencakup hubungan trilogi antara alam semesta, sesama manusia, dan Ketuhanan. Di sisi lain, Tri Sasongko dengan karya “The World Peace”, “Field of Fleurs”, dan “Movement Order” mencerminkan kemampuan untuk memahami dan merasakan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari.

Karya Tukirno B. Sutejo seperti “Echo-Echo Saklawase” dan “Gemah Ripah Nusantara” dengan tema besar “Hanut Laku Lakoning Zaman”, serta RH Satrio Wibowo dengan “Kawistoro”, merupakan refleksi dari rasa yang merujuk pada sentimen atau emosi yang dihasilkan oleh budaya.

Corak abstrak dan dekoratif yang ditampilkan melalui beragam komposisi warna dalam karya-karya ini mengajak kita untuk merenung di tengah hiruk-pikuk dunia, berhenti sejenak untuk merasakan, mendengarkan pesan, dan menemukan makna di balik setiap karya. (Yanti)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *