Urbannews | Hujan ringan sore itu tak menghalangi langkah para pecinta jazz menuju Grand Pavillion, Arkadia Green Park, Jakarta Selatan. Di bawah langit kelabu 2 November 2025, udara terasa lebih hangat — bukan hanya karena lampu panggung yang menyala, tapi juga lantunan musik yang menjembatani waktu dan generasi. Inilah OH MY JAZZ! 2025 (OMJ) — sebuah perayaan yang lebih dari sekadar konser, melainkan temu rasa antara legenda dan penerusnya.
Ketika Legenda dan Talenta Muda Berpadu
Mengusung tema “Kolaborasi Lintas Generasi”, OMJ 2025 menghadirkan barisan musisi yang menjadi saksi perjalanan panjang jazz Indonesia. Nama-nama seperti Margie Segers, Emile S. Praja, dan Sandro Tobing kembali naik ke panggung, berbagi tempat dengan dua penyanyi muda berbakat — Jessica Hieda dan Qonita Ayu, pemenang ajang OH MY JAZZ! Jazz Singer Audition.
Dua band pengiring, Four Notes dan The Combo Quartet, menjadi jantung ritmis yang menghidupkan improvisasi di setiap lagu. Dari not pertama hingga terakhir, permainan mereka seperti menenun dialog musikal antara masa lalu dan masa kini.
Jazz yang Menyatukan Generasi
“OMJ bukan sekadar konser. Ini perayaan pengalaman lintas generasi — tempat musisi senior dan emerging artist bisa saling belajar dan menginspirasi,” tutur Refida Herastuti, CEO OMJ, yang akrab disapa Refie. Menurutnya, OMJ berusaha menjaga keseimbangan antara idealisme jazz dan keragaman selera penonton masa kini.
“Kami tetap menjaga roh jazz, dengan komposisi 70% jazz dan 30% pop atau nostalgia. Ada Sandro Tobing, misalnya — dikenal di ranah pop, tapi membawa nuansa jazzy yang mudah dicerna. Ini cara kami mengenalkan bahwa menuju jazz, ada jembatan: lite jazz, jazzy tune, hingga city pop,” ujar Refie.
OMJ juga memiliki misi khusus: menjadi wadah regenerasi. Melalui Jazz Singer Audition, OMJ memberi panggung bagi talenta muda yang tak hanya tampil di konser, tetapi juga mendapat ruang eksposur di media sosial dan kanal digital. “Kami ingin membuktikan bahwa OMJ adalah intellectual property yang hidup — bukan sekadar acara musik tahunan,” tambah Refie.
Ketika Musik Menyatu di Tengah Gerimis
Salah satu momen paling magis malam itu hadir saat Margie Segers berduet spontan dengan Tjut Nyak Deviana Daudsjah — musisi, komposer, sekaligus pendiri Institut Musik Daya. Suara Margie yang hangat berpadu lembut dengan permainan Deviana, menciptakan suasana intim yang jarang terjadi di konser besar.
Margie juga memanjakan penonton dengan versi jazzy dari lagu-lagu legendaris “Stand By Me” (Ben E. King) dan “Come Together” (The Beatles). Dua lagu yang sudah kita kenal sejak lama, namun terasa segar di tangan Margie — seolah kita mendengarnya untuk pertama kali lagi.
Suara Baru, Energi Baru
Tak kalah memikat, Jessica Hieda dan Qonita Ayu membawa semangat baru di panggung OMJ. Dengan interpretasi khas mereka, nomor-nomor jazz klasik kembali berdenyut muda. Qonita — yang tengah menyiapkan showcase solonya di kawasan Kemang akhir bulan ini — mengaku senang bisa tampil bersama para legenda.
“Banyak anak muda yang mencintai jazz, tapi belum punya wadah untuk berkumpul. Lewat OMJ, kami bisa bertemu, belajar, dan merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar,” ujarnya.
Dan ketika Margie menutup malam dengan kalimat yang menancap di hati, suasana terasa genap: “Musik adalah bahasa yang menyatukan kita tanpa batas atau sekat genre. Asal dimainkan dengan hati — semuanya bisa menjadi jazz.”
Di luar paviliun, gerimis masih turun pelan. Tapi di dalam, musik telah menghangatkan semua yang hadir.
OH MY JAZZ 2025 bukan sekadar konser — ia adalah perayaan rasa, dialog lintas zaman, dan bukti bahwa jazz, seperti hidup, selalu menemukan cara untuk tetap relevan.
