Urbannews | Ketika senja merayap pelan di langit Jakarta, Teater Wahyu Sihombing di Taman Ismail Marzuki (TIM), pada 20 November 2025 mendatang, bersiap menjadi ruang di mana rindu, nada, dan kenangan berkelindan. Di panggung itulah, Indra Lesmana bersama sahabat-sahabatnya di Krakatau dan sejumlah musisi lintas generasi akan mempersembahkan konser bertajuk “A Special Concert Tribute to Donny Suhendra.”
Namun malam itu bukan sekadar panggung musik. Ia adalah surat cinta dalam bentuk nada, persembahan dari para sahabat untuk mengenang seorang gitaris yang suaranya menembus batas waktu — Donny Suhendra.
Konser ini digagas oleh IMUST (Indonesia Music Summit), komunitas musisi yang ingin memastikan karya almarhum tak hilang di udara. Nama-nama besar seperti Syaharani, Dewa Budjana, Tohpati, Buddy Haryono, Gilang Ramadhan, Trie Utami, hingga murid-murid Donny sendiri, akan bergantian memanggungkan harmoni dan kenangan.
Dari Bandung ke Panggung Dunia
Lahir di Bandung, 9 November 1957, Donny Suhendra tumbuh dengan dua cinta yang tak pernah padam: seni dan musik. Lulusan ITB jurusan Seni Rupa dan Desain ini awalnya menjejak di dunia rock bersama WE Band dan G’Brill, sebelum menemukan jati dirinya di ranah jazz fusion melalui grup legendaris Krakatau pada 1985.
Di sanalah ia bertemu dengan para penjelajah nada lain: Pra Budi Dharma, Indra Lesmana, Trie Utami, Dwiki Dharmawan, dan Gilang Ramadhan. Bersama mereka, Donny menghadirkan karya-karya yang kini menjadi bagian dari ingatan kolektif pencinta musik Indonesia — Gemilang, La Samba Primadona, Kemelut, Imaji, hingga Sekitar Kita.
Tapi Donny bukan musisi yang mau diam di satu warna. Pada 1991, ia membentuk Adegan bersama Hari Mukti (Makara), Mates (Bhaskara), Indra Lesmana, dan Gilang Ramadhan — sebuah proyek pop-rock yang menyingkap sisi lain dari kepiawaiannya: eksperimental, jujur, dan penuh rasa ingin tahu.
“Origin”: Jejak Terakhir Sang Maestro
Sebelum berpulang pada 19 Juni 2022 karena penyakit asma, Donny sempat menuntaskan karya terakhirnya: sebuah album berjudul “Origin.”
Album berisi sembilan komposisi ini bukan sekadar catatan musik, melainkan jejak perjalanan, percakapan batin, dan perenungan terakhir seorang maestro yang hidupnya sepenuhnya untuk nada.
“Lagu-lagu di dalam album ini kami bantu selesaikan secara gotong royong, dari pra hingga pasca produksi. Pada 20 November nanti, kami akan menampilkannya secara live di TIM,”— Indra Lesmana, melalui akun Instagram-nya.
Konser ini juga akan mempertemukan generasi yang lahir dari pengaruh Donny: Gerald Situmorang (Barasuara), Andre Dinuth, Barry Likumahuwa, Krisna Prameswawa (Discus), dan Mates, yang bersama-sama akan menghidupkan kembali semesta musik yang pernah dibangun Donny.
Musik, Kenangan, dan Kebaikan
Lebih dari sekadar penghormatan, konser ini juga membawa semangat berbagi. Penonton tidak perlu membeli tiket — cukup mendapatkan akses melalui pembelian CD Origin lewat nomor WhatsApp resmi IMUST. Seluruh hasil penjualan dan donasi akan diserahkan kepada keluarga almarhum.
“Semoga kontribusi kami dan para sahabat yang menyayangi Kang Dodon dapat membantu karya ini terus hidup, dikenang, dan memberi manfaat bagi kehidupan musik Indonesia. Sampai jumpa di TIM, jam tujuh malam,”— Indra Lesmana.
Maka pada malam itu, di bawah cahaya lampu panggung dan aroma nostalgia, bukan hanya musik yang akan berbicara — tapi juga persahabatan, dedikasi, dan cinta.
Nada-nada dari gitar Donny Suhendra mungkin telah berhenti dipetik, tetapi gema jiwanya akan terus beresonansi di hati mereka yang pernah mendengarkan. Karena beberapa nada, seperti kenangan, memang tak pernah padam.

 
																				