Menyongsong Era Baru Perfilman, Pimpinan Organisasi ‘Sapta Tunggal’ Silaturahmi dengan Kementerian Kebudayaan

Movie73 Dilihat

Urbannews | Sebagai wujud kepedulian organisasi perfilman yang tergabung dalam “Sapta Tunggal” (PPFI, PARFI, GPBSI, KFT, GASFI, PERFIKI, GASI), ditambah PWI Jaya Seksi Film serta Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail (YPPHUI), telah diadakan pertemuan pada 24 Oktober 2023. Pertemuan ini bertempat di Chili Bar, Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, guna membahas masalah-masalah terkini di bidang perfilman.

Dalam pertemuan tersebut hadir para pemimpin organisasi, antara lain: H. Deddy Mizwar (Ketua Umum PPFI), Hj. Alicia Djohar (Ketua Umum PARFI), H. Djonny Syafrudin (Ketua Umum GPBSI), Rudy Sanyoto (Ketua Umum GASFI), Acang Sunaryo (Ketua GASI), Indrayanto Kurniawan (Sekretaris Jenderal KFT), Endiarto (PERFIKI), Irish Riswoyo (PWI Jaya Seksi Film), serta beberapa pengurus YPPHUI yang dipimpin oleh H. Sony Pudji Sasono.

Pertemuan ini digagas sebagai persiapan untuk mengadakan dialog dengan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang baru saja dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka.

Hasil-hasil pertemuan “Sapta Tunggal” antara lain:

A. Menyambut baik kehadiran Kementerian Kebudayaan sebagai lembaga mandiri yang menangani masalah kebudayaan, termasuk perfilman.

B. Perlunya menjaga eksistensi Gedung Pusat Perfilman H. Usmar Ismail (PPHUI) sebagai satu-satunya situs sejarah perfilman. Pusat kegiatan perfilman dan organisasi-organisasi perfilman ini telah ditetapkan oleh Pemerintah pada tahun 2008 sebagai objek vital nasional yang harus dilindungi, berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.34/HM.001/MKP/2008.

C. Menyoroti kepemilikan Gedung Film di Jl. MT Haryono Kav. 47-48, Jakarta Selatan, yang saat ini telah diambil alih oleh Kementerian Pariwisata dan berganti nama menjadi Gedung Film Pesona Indonesia. Gedung ini sebenarnya merupakan milik para pelaku perfilman, karena dibangun dengan dana dari hasil importasi film pada masa Orde Baru, serta tukar-guling dengan Gedung BSF (Badan Sensor Film) yang sebelumnya terletak di belakang Gedung Sarinah.

D. Mendesak dibentuknya Direktorat Jenderal (khusus) Perfilman yang membawahi beberapa direktur, seperti Direktur Produksi Film, Direktur Pengembangan SDM, Direktur IPTEK Perfilman, Direktur Pengembangan Pasar dan Promosi Perfilman, Direktur Kebijakan Fiskal dan Perpajakan Film, serta Direktur Advokasi dan Perlindungan HAKI Perfilman. Masing-masing direktur akan dibantu oleh beberapa Kepala Sub Direktorat dan Kepala Seksi yang memiliki dana dan SDM memadai untuk menangani masalah perfilman yang kompleks.

Dengan adanya Kementerian Kebudayaan, diharapkan akan muncul harapan baru bagi insan perfilman, baik pelaku kegiatan perfilman maupun pelaku usaha di bidang tersebut. Selama hampir dua dekade terakhir, masalah perfilman nasional belum tertangani secara maksimal. Beberapa isu yang dihadapi termasuk kurangnya alokasi dana dari pemerintah dan SDM di birokrasi yang belum memadai untuk menangani masalah perfilman yang semakin kompleks.

Film tidak hanya berfungsi sebagai benteng budaya bangsa, tetapi juga melibatkan aspek multi-disipliner, seperti produksi film (ekonomi perusahaan), pengembangan SDM film (pendidikan kejuruan), pengembangan jasa teknik perfilman (IPTEK), serta kebijakan fiskal dan pajak perfilman.

Menyadari kompleksitas dan kendala yang ada, film Indonesia belum sepenuhnya menjadi tuan di negeri sendiri. Film nasional sering dianggap kurang mencerminkan wajah Indonesia dan belum mampu menjadi benteng budaya bangsa. Selain itu, terbatasnya SDM perfilman yang kompeten, teknologi perfilman yang masih tertinggal, serta persaingan dengan film impor menjadi tantangan besar bagi industri perfilman nasional, yang perlu diatasi agar film Indonesia dapat lebih berdaya saing dan mencerminkan kekayaan budaya bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *