Lola Amaria: Film Indonesia Seperti Penumpang Gelap di Rumahnya Sendiri

Movie440 Dilihat

Urbannews | Film Indonesia memang terus menggeliat, terutama sebelum pandemi Covid+19 melanda negeri. Bukan hanya dari sisi kuantitas yang dihasilkan setiap tahunnya, tetapi dari segi kualitas pun terus meningkat. Tapi, apakah ini juga pertanda bahwa ekosistem perfilman Indonesia sudah berjalan baik? Eit.. nanti dulu.

Dalam konteks pasar, film Indonesia dihadapkan pada persaingan berebut penonton dengan film asing, terutama film-film blockbusterasal Hollywood. Sudah bukan rahasia lagi, dan menjadi perbincangan menaun, pengusaha jaringan bioskop mengistimewakan film asing, dengan memberi jatah layar lebih banyak dan masa tayang lebih lama ketimbang film lokal.

Menurut produser film, sutradara, artis dan penggiat perfilman Indonesia Lola Amaria, persoalan krusial juga klasik tersebut diatas, tidak pernah ada jawaban pasti apalagi solusinya hingga kini. Pastinya, film Indonesia tetap belum mampu menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini.

Justru sebaliknya. Film import atau film asing (Hollywood) yang menjadi tuan di Indonesia. Karena proteksi atas film nasional dan perlakuan yang diterima film produksi anak negeri dalam peredarannya ditentukan si pemilik jaringan bioskop secara sepihak. Sebabnya apa?. Ya, si pemilik jaringan bioskop sekaligus importir film asing, lewat bendera miliknya yang lain.

Pernyataan Lola Amaria yang sangat menarik dan menggelitik, mengemuka dalam Sosialisasi BSM Kebangkitan Perfilman dan Bioskop Pasca Program Vaksinasi COVID-19, secara virtual di Jakarta, Rabu (2/6/2021).

“Bagaimana bisa menjadi tuan rumah jika satu (1) bioskop ada lima (5) layar. Dan empat (4) layar itu, digunakan untuk memutar film asing dan hanya satu (1) layar untuk memutar film Indonesia. Itu namanya film asing menjadi tuan rumah di negeri Indonesia,” kata Lola Amaria dalam sesi Q n A di virtual meeting yang diinisiasi Lembaga Sensor Film (LSF).

Demi mengembalikan modal, atau alasan lainnya, dari pada film nasional yang hanya “menumpang tayang” di jaringan bioskop miliknya. Pastinya, bioskop hanya pro pada film yang menguntungkan mereka. Karena sistem yang dibangun pemilik jaringan bioskop sudah berjalan seperti itu, dari lama.

“Atau film yang berbujet promo sangat besar. Apalah kita-kita ini, yang bikin film aja bujetnya kecil,” tambah Lola sembari menekankan di masa pandemi yang membekap dunia ini, bukan hanya bioskop yang terkena dampak signifikan. Sektor yang lain, seperti pariwisata, penerbangan, perhotelan, media, juga sektor lainnya juga mengalami pukulan telak yang serupa.

Selain itu, masih menurut Lola Amaria, media tonton karya kreatif seperti film, bukan hanya ada di bioskop. Ada Over The Top (OTT) dan media digital lainnya, karenanya dia tetap meminta ekosistem perfilman harus mampu dan mulai mencari alternatif penayangan film di luar bioskop yang sangat hegemonis.

Dalam acara yang juga menghadirkan Menteri BUMN Erick Thohir, Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Indonesia (GPBSI) Djonny Syahruddin, dan narasumber lainnya itu, tema Kebangkitan Perfilman dan Bioskop Pasca Program Vaksinasi COVID-19, oleh Lola Amaria juga dikritik.

“Harusnya temanya Kebangkitan Perfilman Indonesia dan Bioskop Pasca Program Vaksinasi COVID-19. Karena yang paling pertama dan utama yang harus diperhatikan adalah ekosistem pendukung utama perfilman Indonesia, yaitu orang-orang kreatif seperti kami. Sebagai backbone perfilman Indonesia,” tekan Lola Amaria. (Foto: IG Lola Amaria)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *