Libre Fighting System, Seni Beladiri Menyerang Bagi Predator Jalanan

Uncategorized923 Dilihat

Urbannews | Pandangan para seniman beladiri terhadap cara menghadapi lawan sangatlah beragam. Pada dasarnya, sebagai cara seseorang untuk mempertahankan atau membela diri yakni insting untuk selalu melindungi diri dan hidupnya.

Seni beladiri di setiap negara atau wilayah penjuru dunia, memiliki kekhasan atau ke unikan tersendiri dari segi teknik maupun gerakan. Semuanya tergantung disiplin ilmu juga tipenya, ada yang defensif dan ofensif.

Orang menampilkan perilaku ofensif dan defensif dalam banyak situasi, terutama selama masa konflik. Dalam situasi tertentu, satu orang dapat menunjukkan perilaku ofensif, sementara pihak lain dapat menampilkan perilaku defensif sebagai respons. Serangan dan ancaman dapat diklasifikasikan sebagai fisik atau psikologis, dan pengaruhnya juga dapat dikategorikan.

Baik perilaku ofensif dan perilaku defensif dapat melibatkan penggunaan kekuatan dan agresi; perbedaannya terletak pada bagaimana kekuatan atau agresi itu digunakan dalam suatu situasi. Orang yang ofensif akan menggunakan kekuatan untuk mengamankan tujuan dan mencoba menghilangkan faktor-faktor yang mungkin mencegah mereka mengamankannya.

Nah! di Indonesia ada beladiri pertahanan diri bersifat ofensif dan agresif yang sedang nge’hive dikalangan kaum muda yakni Libre Fighting System Indonesia (LFSI). LFSI bukan masuk ke jenis beladiri tradisional ataupun beladiri pertandingan, tetapi lebih tepat berada diranah hybrid modern. Walaupun lebih sering memakai senjata pisau ukuran kecil, tetapi LFS juga mempunyai materi tangan kosong dan senjata lainnya.

Menurut Chicko, dari Redwolf Libre Fighting System, sesuai motto LFS yang dipegangnya yaitu The Knife is not the weapon, karena menurutnya pisau hanyalah sebuah tools, kita lah sebenarnya yang merupakan senjata.

Libre merupakan adaptasi dari akar beladiri asal Philipina yaitu Arnis/Eskrima. Hal ini didasari oleh pemikiran sang pendiri yang beranggapan bahwa pisau tradisional tidak mudah dibawa karena lebih besar, dan serangan di jalan lebih menggunakan pisau lipat atau berukuran kecil.

Maka diciptakanlah metode perkelahian menggunakan pisau ukuran kecil dan dengan mindset untuk menghadapi predator jalanan, yaitu melawan api harus dengan api. “Kita juga harus selangkah lebih maju dibandingkan para kriminal yang menjadi ancaman kita dijalan, maka kitapun mempelajari karakter dan pemikiran mereka dalam menyerang korbannya,” tambah Desfian, Instructor LFSI lainnya.

Libre masuk ke Indonesia tahun 2010 melalui Chico Wolf, yang selanjutnya ditunjuk sebagai Indonesia Regional Director oleh pendiri LFS yaitu Scott Babb. Ciri khas LFS adalah menyerang titik titik vital manusia, mulai dari mata sampai dengan titik artery yang dapat mengakibatkan kehabisan darah dengan cepat dan kematian.

Selain itu Desfian sebagai instructur libre menyebutkan, “LFS terlihat brutal Karena memang eskalasi situasinya yang sudah memenuhi syarat, yaitu menyangkut hidup dan mati dengan kondisi yg super darurat. Hal ini menjadi latar belakang mengapa dalam proses rekrutmen atau penerimaan anggotanya Libre mempunyai standard yg ketat selain untuk menjaga hal hal yang tidak diinginkan, juga agar memudahkan fungsi kontrol terhadap anggota, oleh karena itu pula penerimaan anggota setiap periodenya tidak pernah dalam jumlah besar.”

Libre lebih banyak mengajarkan teknik-teknik di satuan khusus TNI mulai dari reguler hingga pasukan khusus untuk menunjang profesionalisme mereka dalam bertugas. Di Libre tidak mengenal gender, porsi latihan baik pria ataupun wanita. Wanita yg ikut beladiri Libre akan diperlakukan sama dengan praktisi laki2 lainnya, karena penjahat dalam beraksi tidak memilih  gender.

LFS juga mempunyai system latihan yang terstruktur, baik secara materi, hirarki, skill set, dan metode berlatih, sehingga mudah bagi praktisi libre diseluruh negara untuk mengenali signature dan ciri dari Libre tiap tiap negara.

Mengapa kita butuh mempelajari libre? Karena kita tidak pernah tau kapan kita berada didalam situasi terburuk dalam kehidupan kita, dan jika saat itu terjadi..kita sudah mempersiapkan dan melatih diri kita untuk menghadapinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

57 komentar