Konferensi Musik Indonesia Kedua Digelar di Bandung, 23 November 2019

Music336 Dilihat

IMG_20191120_071258-657x527

Urbannews Musik | Setelah sukses diadakan untuk pertama kalinya di Ambon tahun lalu, Konferensi Musik Indonesia akan kembali digelar. Kali ini, konferensi diselenggarakan di Gedung Budaya Sabilulungan, Kabupaten Bandung, pada 23 November 2019. Fokus konferensi ialah tata kelola industri musik yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Musik berjasa besar karena menemani kita dalam beragam momen. Sayangnya, belum semua pegiat musik di negeri ini mendapatkan perlakuan adil dan bisa berkarya secara berkelanjutan,” ujar Glenn Fredly, penggagas Kami Musik Indonesia (KAMI) dalam jumpa pers di M Bloc Space, Selasa, 19 November 2019.

Menurut Glenn, konferensi pada 2018 yang pertama kali mempertemukan perwakilan aktor penting industri musik telah mengidentifikasi sejumlah tantangan dalam industri tersebut. Antara Iain, lemahnya mekanisme pengumpulan royalti karena belum ada basis data andal untuk mengklaim hak musisi. Kontrak kerja antara para pegiat musik – label, musisi, manajemen musisi, dan music publishing belum didasari relasi kuasa berimbang, sehingga rentan merugikan pihak yang ada di posisi lemah. Masih ada pula diskriminasi gender dalam penentuan honor musisi dan pemilihan musisi, serta kekerasan dan pelecehan seksual di ruang-ruang bermusik.

“Industri musik di Indonesia juga relatif masih Jakarta-sentris, terpusat di Jakarta. Musisi menganggap harus ke Jakarta untuk jadi sukses. Padahal banyak kota lain yang punya potensi besar, tapi ekosistem musik lokalnya belum memadai karena tidak ada label, promotor, distributor, dan aktor pendukung lainnya. Misalnya, Jogja punya ciri khas lirik yang kuat dan Garut ada skenamusik metal yang hidup,” ucap Nadia Yustina, pendiri booking agency Amity Asia Agency sekaligus anggota Koalisi Seni.

Maka, para pemangku kepentingan sektor musik perlu kembali bertemu, mengerahkan aset masing-masing, dan bekerja sama mengatasi sederet tantangan itu. Industri musik yang adil dan berkelanjutan akan memungkinkan pegiat musik menggali kreativitasnya dan menghasilkan karya-karya segar. Industri seperti itu juga memungkinkan musik mendukung sektor lain yang menjadi bagian dalam mata rantai ekosistem musik.

Seperti pada 2018, konferensi kali ini juga diselenggarakan KAMI bersama Yayasan Ruma Beta, Koalisi Seni, dan Dyandra Promosindo. “Kami berharap rangkaian konferensi kali ini bisa menghasilkan momentum yang membuat industri musik Semakin adil dan berkelanjutan. Sebagai bagian dari ekosistem musik, Dyandra juga ingin berperan dalam upaya bersama memperbaiki tata kelola industri ini,” ujar Judhi M. Basoeki selaku Project Manager KAMI Dyandra Promosindo.

Ada tiga sesi diskusi dalam konferensi, yakni Pekerja Musik Berserikat, Panen Royalti dan Sosialisasi Undangundang Ekonomi Kreatif, serta Membangun Kota Musik. Dalam ketiga sesi itu, para pegiat musik akan dipertemukan dengan pemerintah, pengusaha, dan penikmat musik.

Adapun penampil pada festival musik datang dari beragam genre, yakni D’Cinnamons, JKS Project, Orkes Hamba Allah, Serdadu Bambu, Tuan Tiga Belas, Karinding Attack, dan Institut Musik Jalanan. Berkat dukungan para sponsor, rangkaian konferensi dan festival ini tak memungut bayaran alias gratis. Peserta hanya perlu mendaftar via loket.com/event/kami2019 selambatnya 22 November 2019.|Edo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *