Kisah Liar Trio Kuda: Dari Gitar Cangkul ke Thrash Blues

Urbannews | Di tengah hiruk-pikuk Jakarta yang tak pernah benar-benar tidur, tiga musisi muncul membawa semangat paling purba dari musik modern: blues yang sederhana, jujur, dan tanpa basa-basi. Mereka menamakan diri Trio Kuda — sebuah band tanpa bass, tanpa kemewahan, tapi penuh daya dobrak.

Tiga sosok di baliknya: Anov Blues One, Reza Arfandy, dan Sastra Abyad — adalah tiga kepala kuda liar yang menolak dijinakkan oleh konvensi musik modern. Mereka menunggangi musik seperti menunggangi badai: keras, cepat, dan apa adanya.

Gitar dari Gagang Cangkul dan Drum Pad dari Jalanan

Anov mungkin satu-satunya gitaris di negeri ini yang benar-benar membuat instrumennya dari gagang cangkul. “Gitar Cangkul” begitu ia menyebutnya — hanya satu senar, tapi cukup untuk mengaum seperti seribu. Sementara Reza, sang vokalis, menyeberang di antara dua dunia: rhythm guitar dan bass. Ia menciptakan lapisan nada yang tidak butuh pengganti, karena semuanya menyatu di tangan dan suaranya.

Di belakang mereka, Sastra Abyad memegang peran penting: drummer jalanan dengan “simple drum pad” yang bisa dimainkan di mana pun — dari ruang tamu sempit sampai panggung festival.

Kesederhanaan bukan gaya, melainkan falsafah. Trio Kuda merekam musik mereka dengan cara paling efisien: mobile device apa pun yang ada di tangan. Tak perlu studio mewah. Yang penting, energi mentah mereka tertangkap tanpa disaring.

Lahirnya Genre Baru: Thrash Blues

Musik Trio Kuda adalah persimpangan antara blues rock klasik—dari Buddy Guy, Stevie Ray Vaughan, hingga The White Stripes—dan thrash metal legendaris seperti Motörhead, Megadeth, serta Anthrax. Dari pertemuan dua dunia itu, lahirlah sesuatu yang liar dan langka: Thrash Blues.

Suara mereka bagaikan badai yang menari di atas tanah becek sawah tua—keras tapi penuh jiwa, cepat tapi tetap menyimpan napas blues yang berat dan getir.

EP Perdana dan Langkah Menuju Album Penuh

Trio Kuda baru saja menendang pintu industri dengan EP perdana bertajuk Trio Kuda. Tiga lagu — Welcome, Sikat!, dan Killing Zone — menjadi manifesto musikal mereka: keras, pendek, tapi padat seperti tinju di dada.

Band ini kini bersiap menyiapkan album penuh yang akan dirilis sebelum akhir 2025 di bawah label Blues One Records. Jika EP mereka adalah kuda liar yang baru lepas dari kandang, maka album mendatang mungkin akan menjadi kuda perang — liar, beringas, tapi tahu arah.

Di dunia musik yang kian sibuk dengan teknologi dan efek digital, Trio Kuda hadir sebagai pengingat: kadang, yang paling jujur justru lahir dari sesuatu yang paling sederhana. Sebilah senar, sebatang gagang cangkul, dan tiga hati yang menolak diam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar