Jakarta, UrbannewsID.com | Kesuksesan Naïf menggelar pertunjukan pada tahun 2008 di Gedung Kesenian Jakarta, sebuah gedung teater yang dibangun tahun 1821 dengan nama populernya Schouwburg Weltevreden atau biasa disebut gedung komedi, menjadi catatan penting dan bersejarah bagi perjalanan 13 tahun bermusik mereka saat itu. Sepanjang tiga jam, David (vokal), Jarwo (gitar), Pepeng (drum), dan Emil (bass), menyuguhkan kepiawaian bermain musik, hiburan segar, interaksi hangat dengan penonton, dan petualangan audio-visual secara live terekam secara jelas.
Emil pemain bass Naif yang merasakan atmosfir kala itu, mengatakan, pertunjukan di GKJ menjadi panggung terbaik karirnya. Bahkan, berminggu-minggu setelahnya masih terasa dan terus menjadi bahan obrolan anak-anak Naif. Setelah sekian tahun berlalu, perasaan itu masih melekat dalam benaknya, dan ada keinginan berbagi kepada band-band lain untuk ikut merasakan hal yang sama. Sampai akhirnya, ia bersama Coki Singgih, Chico Hindarto dan Aria Baja, membentuk kolektif Jababa, menjalankan konsep malam pertunjukan musik di Schouwburg secara berkala.
Gelaran pertunjukan bertajuk A Night at Schouwburg sesi pertama, yang digagas Jababa Records, Locker Event dan Berita Angkasa Management, pada tanggal 17 Desember 2017, menghadirkan trio anak muda asal Jakarta yang paling digandungi saat ini yakni Kelompok Penerbang Roket (KPR). Grup musik yang diagawangi Rey Marshall, John Paul Patton dan I Gusti Vikranta, siap menyuguhkan aksi panggung terbaiknya dengan sederet tembang hits-nya yang bertengger di dua album mereka. Menariknya, penampilan mereka di gedung teater paling bersejarah menjadi konser tunggal pertamanya.
Menurut Emil, A Night at Schouwburg sendiri bukan hanya sekedar menampilkan pertunjukan saja. Tapi, ini sebuah project idealis mereka untuk merekam secara live setiap pertujukan, dan hasilnya akan dirilis dalam bentuk dvd untuk format audio visual, serta compact disc deluxe, serta piringan hitam untuk format audio dalam jumlah terbatas. “Rekaman live ini dibuat real-time tanpa di dub, mengalir tanpa rekayasa, berjalan apa adanya diatas panggung dan juga penontonnya, untuk menangkap sebuah kejujuran dengan penampilan apa adanya,” jelasnya, saat dijumpai hari Kamis (16/11), di The Fifth Kemang Jakarta.
Ditengah kelangkaan gedung pertunjukan atau concert hall yang mumpuni di Indonesia, Gedung Kesenian Jakarta menjadi alternatif terbarukan, baik itu penggiat maupun pelaku yang berkecimpung di industri musik untuk menuangkan gagasan atau ide kreatifnya. Ditambah lagi, ruang dan panggung musik semakin menyempit bagi para musisi di tanah air, karena lahannya mulai tergerus oleh musisi luar yang kerap hadir merebut pasar pertunjukan. Kehadiran A Night at Schouwburg menjadi episode teranyar panggung musik sekaligus rumah bagi para musisi Indonesia.
“Musisi populer Indonesia itu potensinya gila, sehingga penting banget punya panggung yang bener, terkonsep, dengan tempat yang ideal untuk merekamnya untuk hasil terbaik. Tempat itu adalah Gedung Kesenian Jakarta. Apa yang dicapai Naif saat tampil di sana itu memang merupakan inspirasi, dan kami ingin membawa A Night at Schouwburg ke tingkatan yang lebih luas. Tentunya, kami dan Dewan Kesenian Jakarta yang mendukung sepenuhnya konsep A Night at Schouwburg, sebagai lembaga ikut mengkurasi penampil di GKJ,” ujar Coki Singgih, salah satu penggagas Jababa Records.
Untuk menyaksikan penampilan Kelompok Penerbang Roket di GKJ, pihak penyelenggara menjual tiket melalu official partner A Night At Schouwburg, Blibli.com, dengan bandrol sebagai berikut; Pencarter Roket II Rp 500.000 (T-shirt & Double CD), Pencarter Roket I Rp 850.000 (T-Shirt & Double Vinyl), Penerbang Roket Rp 1.200.000 (T-shirt, Double CD, Double Vinyl, Pin). Semua T-shirt akan dicetak bersama nama penonton di masing-masing T-shirt tersebut secara terbatas. Sementara untuk perilisan CD dan piringan hitam akan dilakukan pada Februari 2018 sekaligus pengumumannama musisi A Night At Schouwburg berikutnya.|Edo (Foto Istimewa)