Urbannews_Salatiga | Ada satu hal yang sering dilupakan oleh kita-kita yang merasa punya kemampuan berkarya. Kita kerap menjadi ragu-ragu atau malah tidak melakukan apapun, karena omongan orang yang membuat kita nglokro. Saya belajar satu hal: “hancurkan” apapun yang melemahkan, tetap kreatif dengan membuat karya apapun yang kita suka. Pemikir berpikirlah, penulis menulislah, dan musisi berkaryalah dengan musikmu. Titik.
Berkarya dalam ruang kreatif yang saya maksud adalah keberanian musisi untuk mencoba sesuatu yang baru, tak mengapa terkesan nyempal tapi asik. Kadang ide-ide kreatif seperti “menabrak pakem” yang tertuang dalam buku. Sedikit nyeleneh, nekat atau main tabrak tak mengapa. Musisi memang bertebaran, tak semua jadi pengekor, karena tidak sedikit yang jadi trendsetter.
Seperti band dengan format combo quartet yang berdomisili di kota Salatiga, San.gita (baca: sanggita) sangat menarik perhatian. Mereka akan melangsungkan program mandiri yang diberi nama “Lelaku”, sebagai bentuk eksplorasi dan pengayaan pengalaman khususnya dalam bermusik.
“Lelaku menjadi cermin pemusatan niat atas sikap dan jalan yang San.gita pilih dalam bermusik. Lakoni dengan kesadaran dan niat baik, memberikan rasa dan makna positif bagi kami”, jelas Sunu tentang makna Lelaku.
“Dengan pengalaman menjalani kegiatan bermusik atau berkesenian, belajar untuk melakoni proses disiplin kreatif itu ternyata harus terus dilakukan. Dari situ kami merasa perlu mengeksekusi hasil dari kegiatan-kegiatan kreatif di ruang publik dan mempresentasikannya satu bulan sekali di tempat-tempat yang mau menerima kami, musik kami, dan ide-ide kami”, tukas Bonita tentang perlunya menjalankan program Lelaku.
Selama empat bulan sejak terbentuk, San.gita rutin melakukan latihan, workshop, dan mencoba hal-hal yang belum pernah dilakukan.
“Di luar jadwal rutin latihan dan workshop, kami juga rajin diskusi seputar bermusik. Dengan kata lain persiapan lelaku ini kami lakukan dengan belajar. Kami juga mencari pengetahuan-pengetahuan dan mencobakan pengetahuan tersebut, belajar untuk runut dan menjadikannya rutinitas kami. Jadi persiapan program Lelaku ya dengan lelaku itu sendiri”, ungkap Adoi.
Harapan San.gita dan personil-personilnya juga menyertai jalannya program ini. “Dalam bermusik butuh tingkah laku sosial. Harapan San.gita dengan adanya lelaku ini bisa bertemu teman-teman, bertukar informasi hal-hal yang baik, bisa mengekspresikan musik kami, dan mempresentasikan hasil latihan kami. Ke depan kami akan membawakan lagu-lagu yang sudah kami garap yang nanti akan kami rekam dan distribusikan”, imbuh Michael.
Nah, di industri musik Indonesia, kreativitas masing-masing individu masih mendapat tempat yang layak untuk dihargai. Banyak musisi yang menembus industri musik dengan komposisi, gaya, lirik atau tingkat berkesenian yang berbeda dan unik-unik. Memang, itu semua jelas dilakukan untuk menarik perhatian khalayak, meski juga dilihat ini bagian dari eksplorasi kesenian dan indikator kreativitas.
Kita terlalu mendengar celoteh hati orang lain, sementara orang lain tidak peduli dengan celoteh hati kita. Musisi yang sukses hanya dilihat suksesnya, jarang yang melihat proses menuju suksesnya itu.
Kegelisahan saya adalah, musisi Indonesia harusnya tidak hanya menjadi kacung kampret di industri musik borjuasi saja, tapi juga bisa menjadi tuan atas karyanya sendiri. Kebanggaan atas kemampuan dan karyanya, harus dimunculkan, bukan dilebur atas nama budaya global. Kalau tidak, lambat laun jati diri hanya akan menjadi fosil dan dongeng pengantar tidur doang. Musisi itu bukan babu-nya tren, tapi majikan atas tren.
Buat teman-teman penikmat, pecinta, pegiat, dan media musik turut hadir berbagi daya, ruang dan waktu dalam acara San.gita yang akan berbagi kabar bahagia dengan membawakan beberapa karya di Lelaku pertamanya yang berlangsung pada; hari Sabtu, 25 Februari 2023, pukul 19:00 WIB – selesai, di Tepikota Coffee, Jalan Jafar Shodiq, Kalibening, Kota Salatiga.