Urbannews | Untuk pertama kalinya, pagelaran tahunan Java Jazz International Festival diselenggarakan di New York, Amerika Serikat, pada akhir pekan lalu. Acara ini merupakan bagian dari perayaan ulang tahun ke-20 Java Jazz International Festival dan merupakan bagian dari rangkaian acara Java Jazz On The Move yang diadakan sebelum festival besar Java Jazz pada akhir bulan Mei mendatang. Festival yang baru pertama kali diadakan di New York ini disambut antusias oleh para pecinta musik jazz di kota tersebut.
Java Jazz Goes to New York diselenggarakan berkat kerjasama antara Java Festival Productions dan Acha Production New York, yang bertindak sebagai perwakilan dan penyelenggara festival ini, serta The School of Jazz and Contemporary Music at The New School, sebuah kampus jazz terkenal di New York.
“Selamat datang teman-teman Java Jazz di The New School. Kami sangat senang menyambut kerjasama ini,” ungkap Keller Coker, Dekan Fakultas Jazz dan Musik Kontemporer di The New School New York. “Terima kasih kepada semua musisi yang telah berpartisipasi dalam Java Jazz On The Move, pre-event Java Jazz di New York, yang membantu memperkenalkan Java Jazz ke dunia,” tambah Peter Gontha.
Maya Naratama, event organizer dari Acha Production New York, menjelaskan, “Berbeda dengan musik tradisional gamelan yang sudah cukup dikenal, musik jazz dari Indonesia masih belum banyak diketahui di New York. Kami mencoba konsep intimate jazz dengan jumlah kursi terbatas, dan kami terkejut dengan antusiasme publik yang luar biasa, sehingga tiket terjual habis dalam dua hari dan kami harus menambah jumlah kursi.” Sekitar 90 penonton memenuhi Arnie Lawrence Hall (i531), 55 West 13th St, The New School of Jazz & Contemporary Music, yang terletak di pusat Manhattan.
Java Jazz Goes to New York menampilkan musisi jazz yang sudah dikenal di kota tersebut. KADOLEAF, seorang penyanyi dan penulis lagu dari Brooklyn, membuka pertunjukan dengan karya musik yang memadukan pop, hip hop, dan rap dengan aksen lokal New Yorker. KADO, yang merupakan musisi keturunan Indonesia, sering tampil di berbagai panggung musik di New York, Virginia, dan Los Angeles. “Saya senang tampil sebagai pembuka Java Jazz Festival dan membangkitkan semangat penonton. Menurut saya, Java Jazz Festival di Jakarta adalah ibarat Coachella-nya Indonesia,” komentar KADOLEAF.
Di sesi kedua, musisi Dawn Drake tampil menawan. Dawn, yang dikenal sebagai bassist, penyanyi, penulis, dan pemimpin band ZapOte, sebuah ansambel Tropical Pop, memiliki latar belakang yang kaya dalam musik. Lulusan Magister Etnomusikologi dari California Institute of the Arts ini juga merupakan Profesor Musik Karibia di John Jay College & Brooklyn Arts Council.
“Saya sangat senang menjadi bagian dari pertunjukan ini. Saya sudah beberapa kali mendengar tentang Java Jazz Festival, dan saya senang ada versi Java Jazz di New York. Saya berharap bisa tampil di Jakarta, itu akan menjadi impian yang menjadi kenyataan,” ujar Dawn Drake, yang tampil dalam trio bersama Julia Chen (piano) dan Wen-ting (drums).
Greg Banks, musisi Pop-Soul dan Jazz asal New Orleans, juga berbagi pandangannya. “Festival ini adalah platform yang bagus bagi saya untuk memperkenalkan musik unik saya kepada orang-orang yang menghargainya,” katanya. Greg, yang sering tampil di panggung-panggung terkenal seperti Webster Hall dan Madison Square, meluncurkan dua single kolaborasi dengan musisi rap G-Easy. “Saya berharap penampilan ini dapat membawa saya menjadi bagian dari festival di Indonesia,” tambahnya.
Penampilan di sesi terakhir merupakan kolaborasi antara musisi jazz dari Jakarta dan New York. “Kami memadukan nada musik dari Amerika dan Indonesia. Selain komposisi dan lagu yang saya ciptakan, saya juga menulis aransemen jazz baru untuk lagu ‘Dari Mana Datangnya Asmara’ karya Ismail Marzuki dan ‘Zamrud Khatulistiwa’ karya Guruh Soekarno Putra, yang dinyanyikan oleh Rubina Miranda, penyanyi Indonesia yang tinggal di New York,” jelas Reynard Sitepu, pianis jazz Indonesia yang tampil bersama dua musisi New York, Kate Pass (bass) dan Hugo Matile (drum).
“Idenya adalah menggabungkan lagu-lagu dari New York dan Indonesia untuk membangun hubungan kultural antara keduanya,” tambah Rey, yang juga merupakan mahasiswa jurusan piano jazz di kampus tersebut. Acara ini didukung oleh Kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia di New York, Bank BNI New York, dan AD 17 Production.
“Saya berharap Java Jazz Goes to NY dapat menjadi jembatan budaya untuk memperkenalkan musik jazz Indonesia ke panggung internasional, khususnya di New York, yang merupakan salah satu pusat jazz paling penting di dunia. Semoga terbuka peluang kolaborasi yang lebih luas antara musisi tanah air dan pelaku industri musik global,” kata Winanto Adi, Konsul Jenderal Indonesia di New York. Java Jazz Goes to New York diharapkan akan kembali hadir tahun depan.