Urbannews | Indonesia punya banyak sekali grup penyanyi muda berbakat yang justru tidak mendapat kesempatan lebih untuk dikenal. Berkurangnya atensi dan promosi menjadi dua dari beberapa alasan kenapa boyband/girlband I-POP sempat redup. Banyak pula masyarakat yang berpendapat bahwa masa kejayaannya sudah digantikan oleh penyanyi solo maupun grup band.
Eits, kalian tau gak I-POP itu apa? Musik pop sendiri adalah genre musik populer tahun 1950-an yang berasal dari AS dan Inggris. Sementara I-POP atau Indonesian Pop merupakan jenis aliran musik populer dari Indonesia. SMASH adalah grup musik I-POP yang menjadi titik awal maraknya boyband dan girlband di Indonesia yang berhasil meraih kepopuleran dan kesuksesan dengan mendapatkan penghargaan.
Ya, sekitar medio 2010-2013 industri musik tanah air sempat diramaikan dengan fenomena boyband dan girlband. Saat itu hampir di semua stasiun TV menampilkan para talenta yang bernyanyi sekaligus ngedance tersebut. Fenomena ini sebenarnya sedikit mengulang maraknya tren grup vokal di era 90an. Ditambah dengan demam hallyu, alias budaya Korea Selatan, boyband dan girlband marak kembali di masyarakat, mungkin hingga hari ini.
Buktinya, girlband ARIZE yang kini beranggotakan 4 orang yakni; Gabriella atau Ella, Allequa, Amabelle, dan Aurell, memperkenalkan single ke-4 mereka berjudul “Say Yes”, Kamis (19/4/2024) di Jakarta. Dengan kemampuan vokal mereka yang luar biasa, koreografi yang dinamis, dan persahabatan yang tulus; ARIZE berkomitmen untuk memberikan pengaruh yang menjanjikan di kancah musik global.
Perpaduan unik antara bakat, kreativitas, dan dedikasi grup ini diarahkan untuk memenangkan hati pecinta musik di Indonesia. ARIZE yang pada awalnya beranggotan 5 gadis muda dan cantik ini, kini beranggotakan 4 orang. Allequa dan Amabelle yang anggota lama mendapatkan 2 partner yang memiliki kemampuan olah vokal yang baik.
Contohnya; Gabriella atau Ella, dengan rentang vokal yang luas dan nada tinggi yang stabil, terakhir kali mengikuti X Factors 2024, memiliki banyak rekam jejak yang luar biasa dalam kompetisi menyanyi. Sedangkan Aurell, dengan suara lembut dan manisnya, terakhir meraih Juara 2 Indonesia Menari 2018 dan menjadi finalis Indonesia’s Girl 2020.
Pastinya kedua members baru diatas, mampu melengkapi Allequa, dengan suara yang dinamis dan kuat dalam grup, merupakan alumni Gadis Sampul 2021, dan terakhir meraih Juara 1 Lomba Bakat Korean Cultural Center Indonesia tahun 2021 bersama Amabelle. Dan, Amabelle, dengan kombinasi unik antara kemampuan suara dan gerakan tarian yang indah, terakhir meraih Juara 1 Lomba Bakat Korean Cultural Center Indonesia Talent tahun 2021.
Nanda Persada sebagai Executive Produser juga Manajer Artis ARIZE berujar, bahwa pergantian personil atau members sesuatu hal yang biasa. Terpenting, semuanya memiliki perpaduan unik antara bakat, kreativitas, dan dedikasi. “Mohon dukungannya agar mimpi ini terwujud, agar grup ini bisa memenangkan hati pecinta musik baik di Indonesia maupun seluruh dunia.”
Tanpa mengurangi rasa hormat juga semangat para members ARIZE juga manajemennya, ada beberapa catatan sebagai masukan yang musti diperhatikan. Pertama. Harus diketahui tidak semua grup K-Pop menuai sukses, atau tak pernah debut. Namun di balik semua itu mereka menjalani proses training yang memakan waktu, tenaga dan mental. Seorang trainee di agensi besar bisa menghabiskan 2, 3 atau 10 tahun sebelum berhasil debut. Artinya, lihat prosesnya bukan melulu tentang keberhasilannya.
Komitmen ini butuh usaha dan biaya yang besar, tapi dengan investasi tersebut, seorang idol berpeluang mengembangkan talenta dan siap jadi idola. Jangan karena demi mengejar tren banyak grup yang prematur dan tak siap dengan kualitas. Lahir secara instan, karier mereka juga pergi dengan instan.
Kedua. Berkaitan dengan poin di atas, orang Korea Selatan memiliki budaya untuk bekerja keras. Tak sedikit kisah sukses boyband dan girlband K-Pop yang ‘sengsara’ sebelum mereka debut. Bahkan setelah debut, mereka masih harus kerja ekstra demi menghadapi agenda promosi, rekaman album dan lain sebagainya. Untuk sektor ini tampaknya para pelaku di Indonesia masih belum mampu menyamainya.
Ketiga. Efek Tren Musiman. Dinamika selalu terjadi di industri musik, terutama sangat terasa di Indonesia. Dalam dua dasawarsa terakhir tren di media mainstream cukup signifikan terjadi, seperti era musik rock 90an, era boyband 2010an, dan band beraliran Melayu 2012 ke atas.
Dengan tuntutan bisnis yang besar, eksposur pun diberikan cukup kuat di televisi yang sayangnya tidak diimbangi dengan kualitas yang layak. Dalam kasus boyband dan girlband, hanya jadi tren musiman yang menjulang tinggi dengan cepat, lalu menghilang bak ditelan bumi.
Ketiga. Industri yang Kurang Sehat. Problematika lain datang dari ekosistem musik itu sendiri. 10-15 tahun lalu RBT masih jadi tambang emas bagi para pelaku musik, sampai kemudian tren tersebut ditinggalkan dan banyak terjadi permasalahan penyaluran royalti.
Selain itu pembajakan juga menjadi momok yang menghambat kesejahteraan boy/girlband. Gagal panen di album fisik, label juga tak mampu mem-package artisnya seperti yang dilakukan oleh agensi Korea. Pemasukan besar mereka tak hanya dari penjualan album, tapi juga merchandise, fanmeeting dan tur konser.
Soal lahan untuk perform, televisi dan penyelenggara musik di tanah air belum mampu memberikan service yang layak kepada boy/girlband, sehingga gagal jadi tontonan yang mengagumkan. Faktor teknis seperti microphone yang kurang memadai dan sebagainya juga membuat mereka dicap tukang lipsync, sehingga banyak mendapat kontra dari penikmat musik.
Itulah tadi beberapa alasan yang membuat boyband dan girlband Indonesia tak berumur panjang seperti K-Pop. Akankah tren ini kembali suatu saat nanti? Hanya niat, kesungguhan hati, kerjakeras serta waktu yang akan menjawab. Tetap semangat!