Film ‘Enak Tho Zamanku: Piye Kabare’, Potret Masa Lalu di Era Kekinian!

Movie272 Dilihat

IMG_20180412_132239-672x460

UrbannewsID Film | Terbesit sebuah kisah Pinuntun (Dolly Marten) disingkirkan secara brutal oleh kawanan GatoLoco (Eko Xamba), dalam tragedi rebutan warisan keluarga berupa Hotel, Restoran, dan Klub Hiburan. Kesembuhannya diharapkan banyak pihak, terutama oleh Mbah Mangun (Otig Pakis) yang punya kepiawaian menggoreng menu makanan pokok dengan aneka bumbu khas alami, sebagai hidangan nasi goreng enak bagi para pelanggan, termasuk orang-orang Belanda yang punya tradisi napak-tilas Ieluhurnya di Indonesia.

Paska peristiwa anarkisme, putra Pinuntun berjuluk DarmoGandul (Pandji Addiemas) kembali dari perantauan, menikmati nasi goreng enak bikinan Mbah Mangun, serta ingin mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Kembalinya DarmoGandul menjadi ancaman bagi Saladin pimpinan mafia perdagangan wanita. Saladin mengerahkan kawanan GatoLoco, berpasangan dengan Madona (Ratu Erina), untuk menyingkirkan DarmoGanduI.

Dalam cerita memang diriwayatkan, kalau GatoLoco sendiri adalah teman karib Darmo GanduI semasa kecil, tatkala sama-sama keblinger ilmu fllsafat dan kanuragan di bawah asuhan Suhu (Reza Pahlawan). Memang semasa kecil pun mereka selalu bersaing, jadi tidak heran kalau kini mereka harus berhadap-hadapan sebagai musuh. Tetapi kekuasaan dan jaringan kejahatan Saladin, tidaklah sesederhana yang dibayangkan banyak orang.

Cerita diatas, adalah penggalan film kolaborasi PT. Midesa Pictures dengan Kreativa Art, ‘Enak Tho Zamanku-Piye Kabare’ yang ditulis dan disutradarai Akhlis Suryapati, yang siap tayang di bioskop mulai 12 April 2018 mendatang. Kolaborasi tidak hanya pada tataran produksi, tapi pilihan pemain untuk memerankan karakter yang ada dalam film ini pun, memadukan artis muda seperti Ismi Melinda, Panji Addiemas, Ratu Erina, Eko Xamba, dan Ananda George, beradu akting dengan senior mereka yakni Soultan Saladin, Dolly Marten, Otig Pakis, Yurike Prastika, serta Riza Pahlawan.

Jika disimak dari judul filmnya, nampaknya Akhlis mengambil idiom atau frasa yang populer dan identik dengan sosok tokoh Orde Baru, Soeharto. Bahkan, aksen Pinuntun (Dolly Marten) pun mengambil gaya Soeharto yang jawani dengan timbre beratnya saat berdialog dengan Mbah Mangun (Otig Pakis). Bukan cuma itu, ada filosofi jawa seperti Ojo lali, ojo dumeh, ojo ngoyo (jangan lupa, jangan sombong, jangan memaksakan diri). Akhlis juga dideskripsikan kondisi sosial-politik zaman itu yang penuh intrik, kejahatan, korupsi dan narkoba ditarik kekinian.

Film berdurasi 90 menitan, yang rencananya akan beredar kurang lebih 40 layar bioskop di Indonesia, mulai 12 April 2008. Dalam dialog antar pemain, gaya teaterikal Akhlis juga diterapkan melalui bahasa sastra penuh kata prosa. Untuk memahami pesan yang ingin disampaikan, butuh waktu merenung beberapa saat. Makanya tidak heran, film ini hanya bisa dikonsumsi bagi mereka yang berusia 21+ sesuai rekomendasi LSF. Apalagi, secara eksplisit ada beberapa adegan seks-nya. Sisi cerita, adegan pemain, serta gambar cukup menarik, tapi sayangnya ada beberapa hal mengganjal yakni soal mobil yang diledakan, awalnya minibus tapi yang hancur justru sedan.|Edo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *