Urbannews | Di ruang tengah Ciputra Artpreneur dalam Puncak Acara AMI Awards 2025 yang sore itu, Rabu (19/11), dipenuhi riuh peluk cahaya dan langkah para undangan, Silet Open Up datang dengan senyum yang nyaris tak bisa disembunyikan. Dari kejauhan, mereka terlihat seperti seseorang yang habis memeluk mimpi—dan untuk pertama kalinya, mimpi itu memeluk balik.
Di dada mereka, kemenangan masih menghangat: Tobo La Balai, lagu yang lahir dari akar tanah timur, kini melenggang sebagai pemenang AMI. Tidak sekadar piala, tetapi pengakuan yang mengangkat cerita kecil dari Timur menjadi milik Indonesia.
“Di luar ekspektasi saya… sangat-sangat di luar perkiraan,” kata Silet Open Up pelan, seolah masih mencoba meyakinkan diri sendiri. Ada getar bangga, tetapi juga takjub. Mereka menyebut nama satu per satu: Juan, Jackson, Ifa, keluarga, teman-teman Ide Timur, dan para pendengar yang tanpa lelah menanti rilis lagu-lagu baru. Ucapan terima kasih itu begitu panjang, tapi terdengar tulus dan hangat, seperti surat yang ditulis lama, hanya menunggu waktu untuk dikirimkan.
Cerita Kecil yang Jadi Fenomena
Sebelum dunia tahu dentum beat-nya, Tobo La Balai hanyalah cerita sederhana: seorang pemuda yang dulu mengenal seorang gadis kecil berambut kepang dua, lalu suatu hari melihatnya tumbuh dewasa dengan rambut ombre—merah, berani, dan penuh cahaya. Transformasi kecil yang setiap orang pernah lihat di sekitar mereka, kini menjelma lagu cinta yang tumbuh ke mana-mana.
“Sangat-sangat tidak pernah menyangka,” ungkap mereka. “Lagu Timur itu kan dianggap lagu daerah. Tidak pernah terpikir bisa go internasional seperti ini.”
Namun cerita yang jujur selalu menemukan telinganya. Dan Tobo La Balai melampaui sekat, budaya, dan bahasa. Ia menular seperti rasa rindu, menari dari pesta kecil ke stadion besar, dari daerah ke kota, dari Timur hingga ke mancanegara.
Ketika Lagu Mengubah Hidup
Perubahan pun datang tak hanya pada karier—tapi pada hidup Silet Open Up sendiri. “Dia mengubah semua aspek kehidupan saya,” ucap mereka, kali ini dengan nada yang lebih berat, lebih personal. “Saya punya hidup juga tobo la balai juga.”
Dari musisi daerah yang tampil di panggung lokal, kini mereka berdiri di Istana Negara, menyanyikan lagu yang sama pada perayaan 17 Agustus bersama Presiden Prabowo. Bagi banyak musisi, itu adalah puncak yang jauh. Bagi Silet Open Up, itu adalah bukti bahwa jalan dari Timur pun bisa sampai ke mana saja.
Gelombang Timur yang Sedang Naik
Bukan hanya Tobo La Balai. Lagu-lagu dari Timur sedang naik daun dan menjadi warna baru jagat musik Indonesia. Dan menurut Silet Open Up, itu bukan kebetulan.
“Lagu Timur itu ceria, beat-nya bikin orang semangat,” ujar mereka. “Dan sekarang orang lagi butuh itu.”
Ada rasa syukur dalam suara mereka saat mengucapkan terima kasih pada masyarakat Indonesia yang membuka pintu lebih lebar untuk musik timur. Musik yang dulu dipinggirkan sebagai “lagu daerah”, kini berdiri di panggung besar, merayakan identitasnya, bukan lari darinya.
Tentang Masa Depan yang Masih Tertutup Tirai
Ketika ditanya soal rencana kolaborasi, terutama dengan musisi Minang yang dulu pernah bekerja sama dengan mereka, Silet Open Up tersenyum kecil. “Ada… tapi masih rahasia.”
Jawaban yang pendek, tetapi meninggalkan ruang bagi imajinasi. Musik tetap bergerak, dan perjalanan mereka masih panjang. Lagu baru mungkin sedang tumbuh, pelan-pelan, dalam ruang yang tidak dilihat orang.
Napak Restu Timur
Saat wawancara berakhir dan Silet Open Up melangkah pergi, ada sesuatu yang tertinggal di udara—semacam getar yang muncul dari seorang musisi yang masih memegang akar sambil menatap jauh ke depan. Tobo La Balai mungkin hanya lagu cinta sederhana, tetapi perjalanan yang melingkupi lagu itu telah membuatnya istimewa.
Dari rambut kepang dua hingga rambut ombre.
Dari ruang kecil tempat lagu lahir hingga panggung internasional.
Dari harapan sederhana hingga hidup yang berubah total.
Silet Open Up telah membuktikan bahwa ada cahaya dari Timur yang tidak hanya menyala—tetapi memancar. Dan mungkin, cahaya itu baru saja mulai.

