Album Martyapada San.gita, Ruang Rupa Enerji Kehidupan dan Alam Raya

Music622 Dilihat

Urbannews | Seandainya, semua daerah di Indonesia punya “kegilaan” yang sama, tentu industri musik Indonesia akan punya warna yang lebih menggila juga. Seperti empat musisi kota Salatiga, Jawa Tengah, yang tergabung dalam kelompok musik San.gita melakukan kegilaan dengan satu kesadaran: Musik harus bisa memberi arti untuk pendengar dan industrinya, apapun dan dimana pun itu.

Bonita, Adoi, Sunu dan Michael, para punggawa San.gita juga sadar betul bahwa jangan terlalu lama terjebak pada ruang nostalgia, sehingga lupa melahirkan karya yang bisa jadi ciri “budaya”. Kenapa begitu? Secara etimologis, budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Tentu tak secara harafiah mentah-mentah mengadopsi penjelasan tersebut. Dalam kacamata saya, “budaya adalah karya yang dibentuk manusia di satu masa, dan berkembang luas memengaruhi kehidupan manusia lain di masa sesudahnya.” Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia yang menciptakannya dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan yang diciptakannya.

Musisi [dan seniman] Indonesia, sering terjebak pada pewarnaan ketika bicara soal budaya. Seolah-olah budaya dan kebudayaan selalu bicara tradisi dan tradisionalisme. Tentusaja bukan salah dan dosa, tapi sebenarnya tidak melulu itu. Budaya populer, juga adalah kebudayaan kekinian yang bisa dikembangkan dan menjadi kekuatan atau ciri dari satu bangsa, tentu saja dengan pengembangan dan inovasi yang kreatif.

Saya harus katakan, zaman berubah, manusia berkembang dan kebudayaan menemukan persepsi dan definis terkini. Tapi yang tetap, budaya dan kebudayaan selalu dan akan terus menjadi ciri bangsa yang kuat. Kalau sekarang Korea menjadi “contoh” bagaimana budaya popnya begitu menggurita, siapa tahu kelak Indonesia bisa melakukan hal yang sama, bahkan lebih. Jaring kebudayaan kita lebih menggurita, tapi sinerginya yang perlu disentuh.

Sinergitas “rasa” seperti para personel San.gita inilah yang memberikan wawasan baru kepada rakyatnya [pencinta musik :red] untuk menciptakan budaya sendiri. Pertama. Mereka sepakat bahwa hubungan baik antar pribadi yang selalu dirawat menjadi landasan bermusik yang sangat penting. Oleh karena itu, “rasa” dari para anggota dengan keberagaman referensi musiknya dapat tersinergikan menjadi seksi ritem yang harmonis dan erat.

Kedua. Proses disiplin kreatif yang dijalani dalam setiap latihan menjadikan musik mereka sederhana dan meriah. Ketiga. Ketika idialisme dipeluk dan diperjuangkan dari pinggiran atau lorong sepi gemerlap kota metropolis, bukan penghalang bagi mereka untuk tetap semangat belajar bersama dan berdisiplin dalam berkreasi melahirkan karya-karya.

Musik merupakan refleksi dari sebuah perjalanan spiritual, karena di dalam komposisi terkandung gagasan, pemikiran, perenungan, keprihatinan, emosi, dan gejolak jiwa. Dengan musik memang semuanya akan menjadi lebih mudah. Yang paling abstrak di dunia nyata sulit bertemu, di dalam musik bisa diketemukan dengan mudah. Tapi, semua tergantung cara membacanya dan menginterpretasikannya, agar bisa berdialog dengan bahasa musik itu sendiri.

Martyapada yang dipakai sebagai judul album San.gita, diambil dari bahasa sansekerta yang berarti: “dunia, alam, kehidupan fana”. Sementara, lagu-lagu di album ini adalah karya pertama yang San.gita gubah bersama. Landasan semangatnya adalah belajar berkarya bersama. Dengan semangat belajar bersama dan berdisiplin berkreasi, karya-karya yang dihasilkan mendokumentasikan proses penyesuaian serta sinergi antar personil dan lingkungannya sebagai kelompok yang baru berjalan satu tahun ini.

Sejak akhir tahun 2022 San.gita menjalani latihan rutin seminggu sekali untuk mengolah dan mengembangkan ide-ide ke dalam bentuk musik dan lirik, menguasai dan mempunyai kendali atas karya-karyanya. Selain latihan mingguan San.gita juga menjalankan kegiatan/acara untuk mereka menampilkan karya-karyanya kepada publik dalam program mandiri yang mereka beri nama Lelaku. Dalam program dua/tiga bulanan ini San.gita menampilkan hasil latihan rutinnya dalam bentuk pertunjukan musik. Sudah empat Lelaku mereka jalani hingga saat ini termasuk di dalamnya adalah perayaan rilis singel-singel San.gita yang sudah terdistribusi secara digital daring.

Rekaman delapan lagu ini terbagi dalam dua tahap: tahap pertama adalah track 1-4 yang dilakukan pada bulan April-Mei, dan tahap kedua adalah track 5-8 di bulan September-Oktober 2023. Pengerjaan rekaman dalam dua tahap ini didasarkan pada lagu-lagu yang sudah selesai digubah, ketersediaan waktu dan daya produksi, juga biaya yang bisa diadakan untuk menjalani proses produksi dan distribusinya. Tidak aneh jika dari delapan lagu di album ini terasa ‘warna’ yang cukup berbeda dari kedua tahap produksinya.

“Di tahap pertama kami masih sedikit sekali jam terbang tampil. Di tahap kedua yang berjarak 5-6 bulan kemudian, seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kesempatan, kami mulai menambah jam tampil di beberapa medan. Kami pun juga makin memahami pola interaksi kami. Respon dan belajar kami tentunya juga bertambah. Jadi salah satu fitur dari album ini adalah proses kami berdisiplin kreatif dari awal terbentuk hingga setahun perjalanan kami ini” jelas Adoi tentang warna album Martyapada.

Tema lirik-lirik dalam gubahan delapan lagu ini memuat pemaknaan San.gita akan dunia mereka dalam kesehariannya baik secara bersama maupun refleksi masing-masing personilnya. ”Ini semuanya tentang bagaimana kami memaknai hal-hal duniawi dan fana”, ujar singkat Sunu mengenai Martyapada sebagai judul album pertama San.gita.

Bahasa lirik lagu-lagu ini berisi antara lain tentang: perenungan, ajakan, penguatan, umpatan, mengkaji pilihan, kerinduan, juga balada kisah perjuangan. Secara musik dan tata bunyi San.gita merasa tidak perlu memberi nama atau memilih style/genre tertentu.

“Pedoman kami bukan ragam genre atau style musik apa melainkan proses berdisiplin kreatif. Bagaimana kami mengolah daya masing-masing menjadi olahan daya bersama dalam bentuk musik itu yang kami perhatikan dan jalani dengan sebisa mungkin dan sebaik-baiknya. Jadi dengan empat orang personil ini, dan format standard combo elektrik begini apa yang bisa kami olah dan hasilkan, ya jadilah musiknya begini, untuk saat ini”, jawab Michael atas pertanyaan mengenai genre musik San.gita.

Pengerjaan album pertama ini adalah bagian dari proses sinergi keempat personil San.gita secara khusus dalam bermusik dan berkarya secara umum. San.gita terus menjalani proses pembelajaran dan pengembangannya dimana Martyapada akan turut serta dalam perjalanan-perjalanan selanjutnya.

“Saya beruntung dan bersyukur berada dalam lingkaran San.gita dan bisa berproses secara individual dan bersama dalam berkarya di dalamnya. Untuk saya yang banyak diberikan keleluasaan dalam menulis lirik, banyak keresahan dan rasa syukur yang bisa saya ungkapkan di situ. Di album ini saya belajar untuk lebih banyak mendengar, berbagi dan berdiskusi. Saya menemukan cara lain dalam menyampaikan lirik yang terbalut dalam musik. Saya mensyukuri dengan sadar kehidupan saya di dunia (alam fana) ini”, ungkap Bonita tentang makna album Martyapada baginya.

Seringkali pula jika kita mendengar kata budaya, hanyalah apa yang kita uri-uri atau kita rawat saja. Padahal sebetulnya budaya itu adalah sebuah proses di mana kita ikut terlibat di dalamnya, karena kita semua adalah active agent. Jadi arti dari membuat budaya ini adalah kita semua ikut menggerakkan budaya. Nah! ketika jiwa terengah dengan kesibukan, justeru jangan berdiam diri. Mencatat jejak dan asa kedalam karya, tentang hidup dan tempat hidup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

69 komentar

  1. I am really impressed with your writing skills as well as with the layout on your weblog. Is this a paid theme or did you customize it yourself? Either way keep up the nice quality writing, it is rare to see a great blog like this one nowadays..