Acha Septriasa Menangis Saat Ucapkan Syahadat di Film Air Mata Mualaf

Urbannews | Ada getar yang tak bisa disembunyikan di mata Acha Septriasa ketika bibirnya mengucap dua kalimat syahadat — bukan di masjid, bukan di kehidupan nyata, melainkan di depan kamera. Namun di balik adegan itu, tersimpan rasa yang nyata. “Sesak di dada,” kenangnya lirih. “Baru kali ini saya ucapkan dalam adegan, tapi rasanya sungguh berbeda.”

Adegan itu menjadi titik paling emosional dalam film Air Mata Mualaf, karya terbaru sutradara Indra Gunawan yang siap tayang di bioskop pada 27 November 2025. Film ini bukan sekadar kisah tentang seorang perempuan yang menemukan Islam, tetapi juga perjalanan spiritual yang menguji makna keluarga, cinta, dan penerimaan.

Terinspirasi dari Kisah Nyata di Australia

Air Mata Mualaf diangkat dari kisah nyata seorang wanita Indonesia di Sydney yang menemukan cahaya di tengah gelapnya kekerasan dan keterpurukan. Anggie (Acha Septriasa), sang tokoh utama, diselamatkan oleh Fatimah (Hana Saraswati), seorang gadis pengurus masjid yang kemudian memperkenalkannya pada Islam.

Namun, perjalanan menuju hidayah tidak semulus doa. Keputusan Anggie memeluk Islam mengguncang keluarganya yang non-muslim, membuka luka-luka lama yang dibalut cinta seorang ibu — diperankan dengan menawan oleh aktris senior Dewi Irawan. “Ibu ini berusaha sebijak mungkin untuk mengikhlaskan, walau hatinya bergejolak,” ujar Dewi Irawan, lirih.

Produksi Dua Negara, Riset Bertahun-tahun

Produser Dewi Amanda menyebut film ini lahir dari proses panjang riset dan produksi lintas benua — Indonesia dan Australia. “Ini film yang sangat personal. Tentang keluarga, pilihan, doa terhadap bapak, ibu, adik, dan abangnya. Konfliknya dekat dengan keresahan masyarakat,” ungkapnya saat konferensi pers di kawasan Senayan, Jakarta (27/10/2025).

Proses pemilihan pemain pun tak mudah. Karena sebagian besar pengambilan gambar dilakukan di Australia, tim mencari aktor yang berdomisili di sana. Setelah seleksi hampir sebulan, pilihan jatuh pada Acha Septriasa — artis yang kini menetap di Negeri Kanguru.

“Dari beberapa pilihan, Acha paling cocok. Ia bisa membawa keintiman emosional karakter Anggie,” tambah Dewi Amanda.

Lebih dari Sekadar Film Religi

Sutradara Indra Gunawan menegaskan, Air Mata Mualaf bukan film dakwah. Ia ingin menjadikan kisah ini sebagai refleksi kemanusiaan. “Dari awal saya bilang, jangan terlalu kental keagamaannya. Fokus kita bukan pada perpindahan keyakinan, tapi pada bagaimana keluarga menghadapi perubahan itu — bagaimana kasih sayang diuji oleh perbedaan,” ujarnya.

Dan di situlah letak kekuatan film ini: ia berbicara tentang hidayah tanpa menggurui, dan tentang iman tanpa meninggalkan rasa.

Acha Septriasa: Rindu Adzan di Negeri Rantau

Bagi Acha, peran ini bukan hanya tantangan akting, tapi juga perjalanan spiritual pribadi. “Hidup di luar negeri membuat saya sering rindu mendengar adzan. Ketika memerankan Anggie, saya seperti menumpahkan kerinduan itu,” katanya.

Dalam diam, Acha menyentuh sisi terdalam dari seorang perantau — mereka yang mencari rumah bukan dalam bentuk tempat, melainkan dalam ketenangan hati.

Film Religi yang Menyentuh Tanpa Menggurui

Dalam lanskap perfilman Indonesia yang sering menjadikan agama sebagai tema jualan, Air Mata Mualaf tampak berusaha menyeimbangkan antara spiritualitas dan realitas sosial. Indra Gunawan membawa pendekatan humanis, menjauh dari glorifikasi simbolik yang kerap membuat film religi terasa kaku.

Namun, tantangan terbesarnya justru ada pada keseimbangan: bagaimana menjaga nuansa emosional tanpa jatuh pada melodrama berlebihan? Jika berhasil, film ini bisa menjadi penanda baru — bahwa kisah iman tak selalu harus dibalut ceramah, cukup dengan kejujuran rasa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *