Urbannews Musik | Meniti karier di bidang apapun, go internasional atau berkiprah diluar negeri jadi impian banyak orang. Tidak terkecuali juga bagi mereka yang berkarier di dunia musik seperti penyanyi atawa musisi. Tapi, menuju sampai kesananya dan menjadi sukses atau terkenal memang tidak semudah membalikan telapak tangan. Dibutuhkan kerja keras dan pengorbanan yang harus dilakukan untuk mewujudkan mimpi tersebut. Dan, tidak kalah pentingnya adalah modal alias dana sebagai amunisi.
Kata terakhir tulisan diatas inilah yang paling berat dirasakan seorang musisi untuk bisa tampil di panggung musik dunia. Bukan bicara soal karya apalagi kemampuan, atau tidak juga masalah semangat dan kesempatan. Tapi, lebih pada persoalan pendanaan bergerak untuk sampai pada tujuan. Kecuali, ada pihak sponsor yang ikut berandil mendanainya. Seperti halnya, yang di alami Mikael Andamadan Riswoyo (Akel), musisi muda yang sedang merintis karier di dunia musik tanah air, dapat tawaran dari seorang promotor untuk bisa tampil di ajang festival musik Internasional di Amerika Serikat (AS).
Bagi Akel yang baru saja lulus SMA, dan kini bersiap masuk perguruan tinggi, tawaran ini tentunya sangat membanggakan. Karena, bisa bermain musik di negeri Paman Sam pastinya seperti mimpi. Kalau bicara interaksi internasional, siapapun sekarang bisa menyebut dirinya adalah bagian dari kehidupan global. Dengan kemajuan teknologi, dunia seolah-olah hanya –meminjam istilah teman di grup whatsapp—selemparan kancut doang. Dekat dan terkoneksi. Namun, dapat kesempatan tawaran secara langsung untuk tampil di luar negeri sebuah keberuntungan, dan jarang datang dua kali.
“Ya! minggu lalu, saya ditelepon oleh seseorang yang mengaku promotor sebuah event yang akan berlangsung di Long Beach, California AS . Mereka mengundang saya bersama band saya Flight to Infinity untuk tampil disana. Pastinya ini sangat membanggakan bagi saya dan juga band, tapi sekaligus sebuah kesedihan. Mengapa, karena kita harus mengeluarkan biaya sendiri untuk tiketnya pulang pergi. Panitia hanya menyediakan akomodasi dan konsumsi selama disana,” ujar Mikael di Jakarta, Kamis (27/6).
Irish Riswoyo, ayah sekaligus manager pribadi Mikael, mengungkapkan hal yang sama. Bangga karena anaknya bersama band yang dibangunnya terpilih. Mereka tentu menseleksi siapa-siapa saja dan dari negara mana saja yang diundang. “Pastinya, yang bikin sedih adalah pada persoalan dana untuk membiayai tiket mereka. Memang kesempatan tidak datang dua kali, tapi bicara biaya sangat besar memberangkatkan mereka, saya juga berfikir dua kali. Kecuali ada sponsor. Menurut Akel, katanya sang promotor sedang berusaha mencarikan sponsor disana. Ya, semoga saja berhasil,” ujar Irish.
Perjalanan bermusik Akel yang baru seumur jagung, terbilang cukup menarik. Ketika dia bersama band SMA-nya ‘Clair Voyant’, yang mewakili area regional Jabodetabek menyabet juara ke-2 di festival band antar SMA se Indonesia beberapa bulan lalu. Sedangkan bersama band Flight to Infinity, tatkala mereka memainkan musik punk dan rock ‘n roll diacara International Indie Music Festival di ICE BSD, rupanya sudah menarik hati manajemen dan personil band asal USA, Relic Heart. Menurut Akel, usai bandnya tampil dipanggung utama, mereka di datangi beberapa personil Relic Heart, menyatakan kekaguman atas penampilan Flight to Infinity.
“Waktu itu kami main di panggung utama, sebelum band Relic Heart yang bermain terakhir. Mereka mendatangi kami, mengucapkan selamat dan ke kagumannya, yang menurut mereka meskipun personilnya muda tetapi mampu membawakan lagu-lagu punk dan rock n roll secara rapi. Terus, kita ngobrol-ngobrol panjang lebar soal musik, terus kemudian minta alamat IG, FB dan nomor telepon, sampai akhirnya mereka harus tampil diatas panggung. Prakiraan saya, tawaran Flight to Infinity untuk main di Long Beach, California USA, atas rekomen dari teman-teman Relic Heart,” jelas Akel.
Flaight to Infinity yang saat ini masih terus menggarap albumnya. Bersiap pula menyelesaikan satu lagu khusus, dari lima lagu yang sudah jadi, untuk berkolaborasi dengan seniornya Roy Jeconiah (ex-Boomerang) yang kini membesarkan band Jecovox dan RI-1 bersama koleganya John Paul Ivan. Apa yang di alami Akel dan bandnya Flaight to Infinity, terjadi juga pada Lightcraft dan Bottlesmoker tahun lalu, ketika mereka di undang khusus di acara Playtime Festival Mongolia, untuk bermain bersama 500 penampil dari berbagai penjuru dunia, harus merogoh kocek dalam-dalam untuk mememuhi undangan ajang musik yang bergengsi.
Banyak band-band indie lainnya juga senasib. Bagaimana kiprah White Shoes & The Couples Company, Efek Rumah Kaca, Speaker First, Down For Life, Bugerkill, Deadsquad, Seringai, Jasad, dan masih banyak, berjibaku sendiri mengharumkan Indonesia di manca negara tanpa kehadiran pemangku kepentingan di republik tercinta. Tanpa harus membedakan, grup band yang punya nama maupun baru lahir, sejatinya sekelas Bekraf, Kemendikbud atau Kemenpar ikut tersentuh untuk mensupport mereka. Karena kehadiran mereka di panggung musik luar negeri, juga membawa bendera Indonesia.|Edo