Urbannews Film | Ada sebuah ungkapan menarik dari seorang sutradara teater dan film asal Swedia, Ingmar Bergman, yang merupakan salah satu auteur terpenting di paruh kedua abad ke-20. Ingmar mengatakan, tidak ada seni yang melampaui hati nurani seperti halnya film. Kenapa?. Karena, ia bisa langsung menuju perasaan kita yang jauh di dalam ruang gelap jiwa kita. Artinya, walau film berada di zona fiksi, jika garapan cerita, pengadegan, karakter pemain termasuk soundtracknya pas dan tepat sasaran, ia akan menembus ruang imajiner serta emosional penontonnya, dan tentunya mengendap di memori ingatannya.
Mungkin masih ingat sinema elektronik (sinetron) keluarga yang populer di era 90-an, berjudul ‘Keluarga Cemara’. Kita seperti di ajak untuk duduk manis setiap harinya menatap layar kaca menyaksikan potret sebuah keluarga yang terdiri dari Abah (Agustinus Adi Kurdi), Emak (Novia Kolopaking), dan ketiga anaknya Euis (Ceria Hade), Cemara (Anisa Fujianti) dan Agil (Puji Lestari), bercengkrama dalam kesederhanaan, keikhlasan, ketulusan, kejujuran, kesetiaan, kerja keras dalam bangunan cerita penuh kebahagiaan dan kasih sayang. Kita seperti di ajak menuju sumber mata air, dimana kedahagaan akan adab dan keharmonisan menjadi inspirasi kita merenung, intropeksi, dan pembangkit motivasi.
Lima belas tahun sudah cerita ‘Keluarga Cemara’ berlalu. Sebanyak 412 episode ragam kisah disuguhkan sejak 6 Oktober 1996 hingga 24 Agustus 2004. Namun, kisah Keluarga Cemara tetap membekas dalam memori ingatan kita. Sehingga membuat kita_saya_anda rindu untuk mengenang kembali dan menyaksikan ulang cerita, karakter para pemainnya dan suasana pedesaannya. Kekangenan tontonan yang tidak saja menghibur tapi juga syarat pendidikan hidup. Hari ini, Sabtu (1/6) sore, di Tjikini Lima Cikini, Jakarta, di umumkan tentang kisah lain dari Keluarga Cemara akan segera di filmkan, dengan judul yang berbeda yakni ‘Terima Kasih Emak, Terima Kasih Abah’.
Judul film ini sendiri adalah penggalan lirik yang di ambil Ost. Keluarga Cemara yang populer berjudul ‘Harta Berharga’. Menurut penulis skenario dan sutradara Dedi Setiadi, baik sinetron maupun di filmnya nanti, berdasarkan kesepakatan dengan penulis cerita aslinya Arswendo, karena hak judul Keluarga Cemara dan cerita sudah dibeli bahkan di filmkan oleh salah satu production house. Tapi, Dedi yang ikut terlibat banyak disinetron baik sebagai penulis skenario dan juga sutradara, meminta izin untuk membuat film dengan judul berbeda. “Kita coba memenuhi kewajiban sesuai aturan yang berlaku, mana yang boleh dan tidak, dan ini berdasarkan kesepakatan,” tukasnya.
Film Terima Kasih Emak, Terima Kasih Abah yang di produksi Alimi Pictures ini, menyuguhkan para pemerannya asli seperti di sinetron ikut terlibat, dan ini seperti sebuah reunion. “Walau judulnya beda, tetap film ini muaranya ada pada kekuatan cerita Keluarga Cemara. Bahwa keluarga selalu menjadi tempat pertama untuk berbagi kasih sayang, mengatasi masalah yang sedang dialami salah satu anggota keluarganya, dan membentuk karakter diri masing-masing individu dalam keluarga. Semua ini mengingatkan kita bahwa Keluarga adalah segalanya. Apalagi, semua karakter dalam keluarga ini diperankan oleh pemain aslinya,” ujar Anas Alimi, executive producer film ini dari Alimi Pictures.
Anas Syahrul Alimi yang lebih dikenal sebagai promotor konser musik yang menghadirkan musisi-musisi kelas dunia ke Indonesia, lewat bendera miliknya Rajawali Indonesia Communication. Ketertarikan untuk ikut terlibat memproduksi film ‘Terima Kasih Emak, Terima Kasih Abah’, dan ini menjadi debutannya masuk di industri film bersama rumah produksi yang dibangunnya, karena ia sangat suka dengan sinetron Keluarga Cemara. Menurutnya, keluarga adalah tempat utama untuk berbagi kasih. Keluarga adalah sarana utama pembentukan karakter. Dan, sebagian orang merasa bahwa keluarga adalah prioritasnya yang paling utama. Betapa pentingnya arti dari sebuah keluarga. Maka dari itu, meluangkan lebih banyak waktu untuk keluarga sangatlah diperlukan agar keutuhannya tetap terjaga.
Film ini sendiri mengisahkan perjuangan Emak dalam merawat Abah yang sudah tua dan sakit sakitan, coba merangkul ketiga anak perempuannya yang kini sudah dewasa dan mempunyai kehidupan masing masing. Bagaimana Emak dengan kasih sayangnya yang tak terbatas, berusaha membahagiakan semuanya tanpa berharap balasan, karena kebahagiaan keluarganya adalah kebahagiaan dirinya. “Dalam cerita film ini, saya tetap mengangkat kehidupan satu keluarga yang sederhana dan juga bersahaja. Emak yang kini menjadi hero, Abah yang masih tetap semangat, dan anak-anak masih tetap santun walau sudah dewasa. Cuma, ada karakter baru sebagai generasi millenial yang hadir dalam keluarga yakni cucu-cucunya Emak dan Abah,” ujar Dedi.|Edo
Berikut Sinopsis Film Terima Kasih Emak, Terima Kasih Abah’.
Emak tinggal dengan abah yang matanya kurang bisa melihat (penyakit glukoma) dan anak sulungnya euis janda beranak 2 (suaminya meninggal). Emak selain mengurusi rumah tangga juga masih berjualan gorengan dan opak dll, dan terkadang menjadi pembantu, mencuci dan menyetrika dirumah orang kaya. Sementara Euis bekerja disebuah pabrik yang dekat rumahnya sebagai buruh.
Tugas Emak tetap saja berat bahkan lebih. Abah yang masih punya semangat berusaha sebisanya tetap saja menjadi beban Emak yg harus mengantarkan mendampingi mulai ke kamar mandi dari pagi sampai tengah malam juga keluar rumah mulai dari berobat rutin sampai Abah kerja serabutan.dari mulai mijit sampai private bahasa Inggris dan seterusnya.
Sementara Cemara dengan suaminya hidup berkecukupan namun sudah selama 7 thn menikah tapi belum dikaruniai anak. Akibatnya secara psikologis muncul rasa ketakutan dimadu atau diceraikan, sehingga cemara diliputi perasaan takut dan menjadi pencuriga terutama kepada wanita cantik. Setiap ada wanita cantik Cemara menduga bahwa itu calon istri kedua suaminya atau calon istri yang baru.
Agil sibungsu beberapa kali berganti pacar, karena laki” ideal yang menjadi acuannya adalah sosok pribadi abah sehingga selalu membandingkan pacarnya dengan abah dan akibatnya gagal terus.
Emak tetap menjadi tumpuan atau pusat curhat semua anak”nya. Emak Meladeni semuanya secara intens bersama Abah yang ikut berperan disemua proses. Emak selali menawarkan hal ideal dengan referensi referensi yang formal seperti agama ( tapi tanpa ayat dan sebutan sumbernya) dan Abah menduniakan formula tersebut menjadi cair seperti yang ada dikenyataan sehari hari.
Para pemeran yakni Emak, Abah, Euis (menikah dengan Tatang dan memiliki dua anak, Nurani dan Budiman), Cemara, Agil, Tante Presier, Mang Jana, Bi Eha, Pipin, Bi Salmah, Mang Cece, dan Pak Wangsa. Selain pemeran baru Prasetya (suami Ara, ganteng, formal, angkuh, selalu merasa benar sendiri) serta Pacar Agil (ganteng, relijius tapi egois).