UrbannewsID Musik | Industri musik di Indonesia memang tak seperkasa dulu, terutama sisi penjualan secara fisik (cd/vcd) yang menjadi modal utama para musisi maupun para pelaku bisnisnya. Persoalannya, ada pada pergeseran perilaku cara mengkonsumsi produk musik di era digital saat ini. Jadi tidak heran, gerai-gerai penjualan banyak yang gulung tikar, dan kini muncul etalase virtual yang menjajakan lagu walau hanya sekedar single.
Walau ada yang mengatakan industri musik asyik nggak asyik, tetap saja para pelaku maupun penggiatnya terus bergerak secara dinamis. Soalah seperti magnet, mereka tetap bangkit mencari bentuk dengan caranya sendiri, menjajakan karyanya melalui jaringan distribusi digital maupun kekuatan sosial media. Hal ini, di buktikan dengan munculnya rilisan karya lagu baik dari grup band atau penyanyi wajah baru saban minggu atau setiap bulannya.
Seperti lima anak muda yakni Coky (vokal), Fei (gitar), Akang (gitar), Aan (bass), dan Cilunk (drum), berasal dari Bengkulu yang tergabung dalam grup band ‘Rasha’, memperkenalkan single terbaru mereka berjudul ‘Tembok Punya Telinga’, Rabu (14/11) sore di Manhattan Café Hotel Borobudur, Jakarta. Rasha yang kini dibawah manajemen barunya Kaisya Music, debutnya di industri musik sekitar tahun 2013 lewat single ‘Sia-Sia’ yang sempat populer di kampung halaman dengan nama band yang berbeda.
Dengan nama band serta manajemen barunya, Rasha mencoba bertarung merebut pasar penikmat musik yang lebih luas atau ketingkat nasional, agar karya dan namanya jauh lebih terdengar. Single mereka terbaru ‘Tembok Punya Telinga’ yang liriknya menarasikan soal cinta, arensemen musiknya yang sedikit rock n’ roll, diharapkan bisa menjadi senjata pamungkas mereka bertarung di industri musik yang semakin ketat. “Kami berharap, kehadiran Rasha dengan single terbaru ini bisa memberi warna baru pula bagi dunia musik di Indonesia,” tukas Coky, penuh harap.
Kaisya Music sebagai record label di bawah Kaisya Soraya Management, terbilang cukup berani memproduksi Rasha, band asal Bengkulu, sebagai produk pertamanya. “Kami memang pemain baru di industri musik, tapi memilih Rasha sebagai produk musik pertama yang kami tawarkan, bukan tanpa sebab. Pertama. Kami melihat kepada karya lagunya, yang menurut kami cukup bagus dan menjanjikan untuk disukai anak muda masa kini, karena secara emosional liriknya pas bicara soal cinta, dengan kemasan musik yang enak di dengar,” ujar Nampuna D.Gultom – Managing Director Kaisya Music.
Optimisme boleh saja dipupuk dan dipelihara baik-baik. Berada di industri musik saat ini, bukan sekedar berani atau bernyali. Apalagi band yang masih baru, kudu diimbangi dengan kreatifitas tanpa batas, karena akan berhadapan dengan duniai digital yang hanya digerakkan dari satu genggaman saja. Jika tidak diimbangi dengan inovasi dan adaptasi dengan perkembangan zaman, bisa-bisa tidak akan terdengar. Begitu pula, pihak manajemen artis harus menerapkan pola yang benar, efektif dan tepat guna. Secara manajerial, bukan saja paham soal hukum, marketing, public relation atau public speaking. Tapi, memiliki kemampuan menyusun planning jangka panjang karena musisi anggap saja sebagai brand, maka ditangan manajemen-lah masa depan kehidupan sang artis dipetaruhkan.|Edo