UrbannewsID Musik | Bicara soal ukuran sukses, mungkin sudut pandang kita bisa berbeda, tapi sukses dengan satu kesetiaan akan profesi, khususnya musik, kita harus bilang luarbiasa. Sangat sederhana, sebagai produk kebudayaan, musik tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena musik adalah presentasi gagasan manusia sebagai individu maupun masyarakat. Ia adalah jiwa, ungkapan rasa, ekspresi dan eksistensi manusia.
Jiwa tersebut diatas, melekat kepada para sosok sebuah grup musik yang menamakan dirinya ‘G-Pro (Granada Project) yakni Nadjib Oesman (Keyboard), Harry Minggoes (Bass), Maxie Pandelaki (Keyboard), Masri (Gitar), Tommy (Drum), Amiroez (Vocal) dan Nana (Vocal). Mereka adalah orang-orang yang hidup tidak bisa lepas dari musik, dan perjalannya sudah melewati masa kesuksesan serta kepopuleran.
G-Pro dibangun atas kesadaran dan kecintaan mereka terhadap musik yang tidak pernah berhenti. Usia G-Pro yang baru berumur tiga tahun, terbentuk tatkala Dade seorang musisi ingin terus bergerak seirama sebagai ungkapan ekspresi kecintaanya di dunia musik. Bak gayung bersambut, rekan-rekan musisi diatas menyambut penuh antusias ditengah kesibukan mereka dengan pekerjaan atau grup bandnya masing-masing.
Dijumpai di Melody Music Bar & Lounge Grand Kemang Hotel, Jakarta, Jumat (10/8) malam, dalam acara Indie Season Road To International Indie Music Festival – Pekan Raya Indonesia 2018, yang di gagas Harry ‘Koko’ Santoso dari Deteksi Prod. G-Pro yang memainkan ragam musik seperti pop, jazz, rock, blues, RnB & punk era 70-an hingga 90-an, dengan sederet top hits di jamannya, mampu menghipnotis penonton yang hadir dibawa masuk kedalam kenangan masa lampau.
Para personelnya yang rata-rata tidak muda lagi, dan G-Pro boleh dibilang band paruh waktu. Jangan ditanya soal kemampuannya bermain musik, karena mereka terlahir sebagai musisi profesional dengan jam terbang cukup tinggi. Tidak heran, saat membawakan ragam jenis musik lewat deretan lagu populer, mampu diselesaikan dengan baik. Dan, sangat layak jika G-Pro mendapat panggung di International Indie Music Festival, mendatang.
Sebelum G-Pro tampil, ada dua grup band dan satu penyanyi unjuk kebolehan lewat tembang-tembang yang mereka bawakan. Mereka ini, nantinya akan menjadi bagian para penampil di International Indie Music Festival. Tanpa mengurangi semangat serta apreasiasi terhadap penitia, ada catatan menarik dari ketiga lineup yang masih muda-muda ini, kritik membangun soal penampilan dan musik yang dimainkan.
Menurut Masri, gitaris G-Pro dan juga The Rollies, band pertama dan kedua tidak ada variasi, mereka cenderung memainkan kord yang sama dari satu lagu kelagu lainnya. Dan, ini bisa menimbulkan kebosanan bagi yang mendengarkan. Sedangkan, Amiroez guru vokal, dan Ussy Pieters pemain harpa, menyoroti penyanyi penampil ketiga, gitaris pengiringnya tidak hapal kunci nada atau kord gitar, penyanyi nya pun kurang hapal tempo, mereka sekedar bermain dan bernyanyi besifat hapalan.
“Apakah tidak ada kurasi bagi mereka yang tampil di International Indie Music Festival nanti. Kalau seperti ini yang ditampilkan, sayang banget festival sebesar ini. Jangan sekedar memberi ruang apresiasi, tapi lebih pada reputasi penyelenggaraan yang bersifat international dimaksud. Jika memang tidak ada pilihan lain, penyelenggara mencatat mana yang kurang baik untuk kemudian memberi masukan mereka giat berlatih,” saran Amiroez.
Dalam satu kesempatan, ditempat dan acara yang sama. Rekan jurnalist Akbar Akb, memberikan usulan menarik ke Harry ‘Koko’ Santoso ketua penyelenggara, acara Indie Season Road To International Indie Music Festival – Pekan Raya Indonesia 2018, yang menampilkan talent-talent band maupun solois, khususnya yang baru, formatnya seperti talk-show. Melibatkan jurnalis musik, termasuk juga musisi mumpuni, memberikan masukan demi kemajuan mereka kedepan. Ya, semoga Saja!|Edo