UrbannewsID Film | Para pecinta film bioskop di Indonesia kembali disuguhkan kisah biopik seorang tokoh diplomat ulung, yang berjuang meminta pengakuan de jure dari Pemerintah Mesir atas kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa pasca kemerdekaan yang terjadi pada bulan April 1947 ini, sosok H. Agus Salim yang memimpin delegasi dengan anggota Mohammad Rasjidi, Abdurrachman Baswedan, dan Nazir Sutan Pamuntjak, sebagai delegasi RI bertemu dengan Perdana Menteri Mesir Mahmud Fahmi EL Nokrashy Pasha.
Dikisahkan dalam film ini, konon the real story-berdasar sumber, misi diplomasi H. Agus Salim mengalami hambatan dan bahkan nyaris gagal karena kelicikan Duta Belanda saat itu yakni Willem Van Recteran Limpurg yang tidak rela dan mengakui kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan penuh siasat, dan tekanan mental kepada H. Agus Salim dkk. melalui tindakan keji pembunuhan sumber-sumber perjuangan di Mesir oleh pembunuh bayaran, nyaris mematahkan semangat. Belum lagi, mata-mata yang disusupkan dalam tim delegasi membuat diplomasi ini gagal total.
Moonrise Over Egypt produksi perdana film layar lebar Tiga Visi Sinema, dan disutradarai oleh Pandu Adiputra. Amir Sambodo selaku eksekutif produser, mengatakan, ini bukanlah film dokumenter tapi film drama dengan latar belakang kisah nyata seorang pejuang sekaligus pahlawan nasional H. Agus Salim. “Kami ingin mengenalkan sebuah peristiwa bersejarah sosok pejuangan H. Agus Salim, dengan sentuhan plot drama romansa mahasiswa yang belajar di Mesir di dalamnya. Hal ini, agar pesan yang disampaikan bisa menyentuh anak muda,” tukas Amir Sambodo, Jumat (16/3) malam, saat gala premier di XXI Epicentrum Kuningan, Jakarta.
Film Moonrise Over Egypt yang akan tayang pada 22 Maret 2018 diseluruh bioskop tanah air ini. Menghadirkan aktor teater asal Jogja, Pritt Timothy yang berperan sebagai H. Agus Salim, HM Rasjidi oleh Satria Mulia, AR Baswedan diperankan Vikri Rahmat, dan Natsir Pamuntjak oleh Drh Ganda. Sedangkan, tokoh PM El Nourkrashy Pasha oleh aktor kawakan Mark Sungkar, Dubes Belanda di Mesir Willem Van Recteran Limpurg oleh Harry Bond Jr. Para pemain muda yang ambil peran dalam film ini, ada Reza Anugrah, Bhisma Wijaya, Ina Marika, dan termasuk sang produser Amir Sambodo ikut berperan sebagai tokoh Malik.
Film berdurasi sekitar 113 menit ini, dari sisi kisah perjuangan H. Agus Salim yang menjadi tokoh sentral bersama para pendampingnya, sungguh menarik. Tapi, tanpa mengurangi semangat sekaligus apresiasi para pembuatnya, kemampuan dan kepandaian H. Agus Salim sebagai diplomat ulung tidak digambarkan secara gamblang. Tidak ada adegan perdebatan sebagai penggambaran ketokohannya, baik sebagai negarawan maupun cendekiawan muslim, baik saat bersama kawan-kawan, PM Mesir maupun adu strategi dengan Limpurg. Padahal, ini menjadi point penting perang diplomasi yang berujung pengakuan Mesir, dan tumbangnya Belanda.
Pengadegannya terlihat datar, tanpa emosi dan greget. Belum lagi visualisasi yang konon syutingnya 40% dilakukan di Kairo ini, terkesan seperti menggunakan blue screen, dan bahkan ada gambar rembulan serta menara dengan tiga burung yang sedang terbang di ulang-ulang. Walau katanya sulit mencari spot-spot untuk merekonstruksi tempat maupun bangunan saat kejadian 1947 berlangsung, tapi gambar Kota Mesir tidak terlihat dengan jelas dan hanya angle atas bangunan, dan itupun ada sebagai perpindahan plot cerita. Justru, yang menarik adalah keberanian memberikan ilustrasi musik dengan sentuhan rock dan sedikit jazzy, agar film ini menarik minat anak muda menontonnya. Terlepas dari itu semua, semoga film ini sukses!|Edo