20th AMI Awards, Antara Digitalisasi & Parameter Penilaian!

Music292 Dilihat

image

Jakarta, UrbannewsID.com | Ajang penghargaan tertinggi bagi para insan musik Indonesia, Anugerah Musik Indonesia (AMI Awards) 2017, baru saja diumumkan para nominasinya di Jakarta, Jumat (13/10). Ada hal yang menarik setelah memasuki dua dasawarsa kiprahnya di tahun ini, yakni Yayasan Anugerah Musik Indonesia (YAMI) si punya hajat, memasuki babak baru di dunia digital dengan memperkenalkan sistem pendaftaran secara online. Hal ini, nampaknya muncul dari sebuah kesadaran bahwa percepatan teknologi digital bergerak sangat dinamis dan tidak bisa dibendung, termasuk di industri musik itu sendiri.

Waktu terus berjalan dan era terus berubah. Industri sekarang ini menghadapi era baru di mana generasi millennial pasti akan mengambil peran dan tanggung jawab dari generasi sebelumnya. The millennial telah tumbuh dengan broadband, smartphone, berbagai gadget, dan media sosial yang memberikan informasi cepat dan instan. Di era saat ini harus memiliki “8 poin penting untuk menjadi besar” yaitu gairah, kerja keras, fokus, mendorong/dukungan, ide-ide, kemauan untuk meningkatkan, kesediaan untuk melayani, dan ketekunan. Jika, YAMI tidak peka jaman atau berinovasi, maka akan jalan ditempat dan atau malah semakin jauh tertinggal.

Beruntung, 20th Ami Awards dibawah kepengurusan baru yang di nakhodai Dwiki Dharmawan melakukan terobosan besar di era digitalisasi. Mengangkat tema #MusikTanpaBatas, AMI 2017 mencoba membuka ruang lebih lebar tanpa sekat untuk menjangkau atau menjaring para penyanyi/musisi yang berkiprah di seluruh tanah air, termasuk juga berbagai genre musik dengan pendaftaran secara online. Dengan dibukanya keran baru secara online, terbukti sudah ada 1200 peserta yang tergabung di AMI. Kini musisi dan pelaku musik bergerak lebih kreatif dalam berkarya dan mendistribusikan hasilnya, termasuk sisi positifnya banyak talenta-talenta baru muncul.

Ada dua keanggotan di YAMI yaitu “Anggota Reguler” dan “Anggota Suara”. YAMI memang membuka kesempatan sebanyak mungkin kepada siapapun untuk bergabung sebagai “Anggota Reguler,” di mana mereka mempunyai hak untuk menentukan para calon nominasi. Sedangkan “Anggota Suara”, yang pesertanya adalah para pelaku industri musik seperti komposer, produser, penata musik, dll, dipilih berdasarkan seleksi yang ketat dan kompeten. Karena mereka inilah yang mempunyai hak untuk menentukan calon penerima penghargaan AMI. Data yang masuk dikumpulkan, para pakar dari berbagai bidang yang tergabung dalam “Sidang Kategorisasi” memberikan penilaian dalam menempatkan sesuai kategorisasinya.

Setelah kategorisasi selesai, kemudian diedarkan kepada seluruh “Anggota Reguler untuk menentukan calon nominasi. Selanjutnya data yang masuk diolah oleh “Public Auditor” untuk dilakukan tabulasi. Hasil dari tabulasi inilah kemudian diserahkan kepada “Anggota Suara” untuk menentukan pemenang, yang nantinya akan dibacakan dalam malam puncak “Penganugerahan AMI Awards” pada 16 November 2017. “Kami berharap dengan perbaikan kerangka kerja secara menyeluruh, maka semua proses dapat dijalankan secara fair, transpran, dan berintergritas, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik,” jelas Dwiki Dharmawan, Ketua Umum YAMI, di Jakarta, Jumat (13/10).

Ada catatan menarik 20th AMI Awards dalam perjalanannya menembus zaman. AMI yang semakin dewasa ini, diharapkan mampu bersolek agar terlihat cantik dan seksi sehingga memiliki daya magnet bagi para penggiat di industri musik, bukan sekedar melirik tapi jatuh hati untuk meraihnya. Walau sedikit terlambat, AMI yang kini mulai bergaul dan beradaptasi di era digital, patut di acungi jempol. Buktinya, tahun lalu ada 771 entry (lagu yang masuk), tahun ini ada 1.073 lagu, sehingga ada growth sekitar 71 persen. Sebanyak 667 lagu dikirim secara online dan 406 lagu masih dikirim offline, dimana semua karya dimasukkan ke dalam 52 kategori yang dikompetisikan di ajang penghargaan tersebut tahun ini.

Di kategorisasi inilah yang paling menarik. Lewat sebuah sidang, para anggota YAMI memilih, memilah dan menilai karya yang masuk untuk ditempatkan sesuai kategorisasi yang pas serta sesuai. Pertanyaannya; Bentuk sidang kategorisasi semacam apa? Apakah penentuannya dari hasil sebuah perdebatan? Kalau iya!, maka yang muncul adalah subyektivitas dan suara paling kuat bisa mendominasi pemilihannya. Kalau ini yang terjadi, integritas tim penilai diragukan dan hasilnya kurang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Karena, ukuran atau parameter penilai secara keilmuan yang dipakai sampai saat ini tidak jelas. YAMI saatnya sudah harus berfikir untuk membuat panduan penilaian semacam buku putih, berdasarkan kajian yang mendalam serta komprehensif untuk digunakan 10 tahun kedepan.|Edo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *