Trodon dan Dentum Malam Rocktober: Kala Nada Jadi Bahasa di Hajatan PWI Jaya

Urbannews | Kamis malam (23/10/2025) — Hujan tipis menetes di atas jalanan Pecenongan, seperti pembuka simfoni sebelum panggung sesungguhnya bergemuruh. Di Tease Club Emporium Hotel, Jakarta, lampu-lampu disetel lembut, berganti warna antara merah dan biru, seolah jantung malam berdetak di dalam cahaya. Di sinilah Jakarta Rocktober 2025, gelaran musik besutan PWI Jaya yang rencananya jadi agenda tahunan, menyalakan semangat rock yang tak pernah padam—kali ini dengan kejutan dari band progresif instrumental: Trodon.

Tepat pukul delapan lewat, tiga sosok naik ke panggung tanpa pengantar berlebih. Hanya ucap salam kepada penyelenggara, tak ada jargon. Hanya getar frekuensi yang perlahan menebal ketika Biondi Noya (gitar), Prilla (bass), dan Bistok (drum) memulai komposisi pembuka, “Hammer”, lanjut “Run”, dan “Apep”. Nada-nada berlapis melesat, saling bertubrukan, lalu bersatu kembali dalam harmoni yang janggal tapi indah—seperti hujan dan listrik yang bersentuhan di udara.

Di tengah irama kompleks yang nyaris matematis, Trodon tidak kehilangan emosi. Setiap perubahan tempo menjadi semacam perjalanan batin, dari tenang menuju badai, dari lembut menuju ledakan. “Kami percaya musik bisa berbicara tanpa harus diterjemahkan,” ujar Biondi di sela jeda singkat, dengan suara rendah namun tegas.

Dan malam itu, mereka membuktikannya

Penonton yang memenuhi ruangan Tease Club, tak sekadar mengangguk mengikuti tempo. Ada yang memejamkan mata, ada yang berdiri diam di tempat—merekam dalam-dalam setiap bunyi. Seorang penonton, Tompanecrimsonsatu, penggila sekaligus pemerhati musik rock, berbisik di sela tepuk tangan. “Mereka seperti sedang bercerita tentang hal-hal yang tidak bisa dijelaskan dengan kata. Musiknya bikin kepala berpikir, tapi hati tetap ikut berdetak.”

Sorotan lampu menyorot wajah para personel yang basah keringat. “Aphorila” dan “Song of victory” menjadi klimaks malam itu—komposisi berdurasi hampir sepuluh menit yang seperti menggambarkan Jakarta di masa depan: berdenyut, padat, namun tetap hidup penuh kemenangan. Ketika nada terakhir memudar, tepuk tangan menggema panjang. Tak ada encore, tapi tak seorang pun keberatan; rasanya semua sudah diucapkan lewat nada.

Ketua PWI Jaya, Kesit Budi Handoyo, di dampingi Yazid Nasution, sebagai penyelenggara, yang turut hadir di barisan depan, menuturkan, “Jakarta Rocktober bukan hanya ajang nostalgia, tapi ruang bagi eksperimen dan ekspresi. Trodon membawa semangat itu—menawarkan bentuk baru dari rock yang tetap menggigit, meski tanpa kata.”

Gelaran malam itu menjadi lebih dari sekadar konser; ia menjelma menjadi ruang dialog antara generasi, antara bunyi dan sunyi. Dan, Trodon memberi warna baru musik Indonesia dengan cara yang tak biasa: tanpa suara, tapi berbicara lantang. Ketika lampu panggung perlahan meredup, untuk memberi waktu penampil lain bersiap, aroma bir diujung bibir dan distorsi gitar masih menggantung di udara—seperti kenangan yang enggan pulang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *