Urbannews | Di tengah gemuruh dunia perfilman yang kerap memuja gemerlap karpet merah dan kemewahan pesta selebritas, Festival Film Wartawan (FFW) 2025 hadir dengan pendekatan yang berbeda. Alih-alih mengedepankan kilau glamour, FFW memilih untuk menakar nilai estetika karya film sebagai bentuk pencapaian budaya.
“Ambisi menciptakan festival yang penuh pencitraan dan glamour, sudah bukan zamannya lagi,” ujar Adisurya Abdy, salah satu juri akhir FFW 2025, kala ditemui saat penjurian nominasi di Bioskop Kine Klub, lantai 2 Gedung Film Jakarta, Selasa, 14 Oktober.
Dalam pandangannya, festival film seharusnya tidak larut dalam arus “flexing”—istilah populer yang merujuk pada pamer kekayaan, prestasi, atau gaya hidup mewah demi mengundang decak kagum atau rasa iri di media sosial. Bagi Adisurya, film adalah karya budaya, dan karena itu, estetika harus menjadi ukuran utama penghargaan.
“Saya memberi masukan kepada panitia untuk tidak terbiasa dengan budaya flexing. Festival ini mestinya lebih menekankan pada nilai artistik dan kontribusi kultural film itu sendiri,” imbuhnya.
Sebagai festival yang dirancang dan dijalankan oleh para wartawan serta kritikus film, FFW memiliki sejarah panjang. Jejaknya menapak sejak 1973 melalui ajang Best Actor-Actress PWI, yang kini terus diwarisi dalam semangat penilaian independen dan tajam dari balik layar.
“Yang layak menunjukkan kemewahan perfilman, ya para insan filmnya. Sementara wartawan tetap menjadi penjaga jarak—pengamat yang obyektif, bukan bagian dari keramaian itu,” tambah Adisurya.
Kini, FFW 2025 memasuki babak akhir penjurian. Lima tokoh yang duduk sebagai Dewan Juri Akhir—yakni Adisurya Abdy, Akhlis Suryapati, Firman Bintang, Nurman Hakim, dan Lola Amaria—akan menilai puluhan film yang sebelumnya telah diseleksi oleh 21 wartawan juri awal.
Ketua Panitia FFW 2025, Benny Benke, mengatakan bahwa Oktober ini pihaknya tengah fokus memfasilitasi proses penjurian. Ini termasuk menyediakan ruang bioskop yang memungkinkan para juri menonton film secara bersama-sama.
“Karena masing-masing juri memiliki kesibukan berbeda—ada yang ke luar negeri, ada yang mengajar dan sedang musim ujian di kampus, bahkan ada yang akan umrah—kami harus sangat fleksibel dalam menyusun jadwal,” ujar Benny.
Acara puncak FFW 2025 dijadwalkan berlangsung pada November mendatang, meski lokasi dan format acara masih dalam pertimbangan.
Di ajang ini, penghargaan utama akan diberikan dalam bentuk Piala Gunungan, yang disematkan kepada film-film terbaik dalam tiga genre utama: Drama, Komedi, dan Horor. Tak hanya itu, panitia juga menyiapkan Penghargaan Spesial Juri sebagai simbol capaian estetika film Indonesia.
Sebuah selebrasi yang tenang namun penuh makna, ketika film dirayakan bukan sebagai kemasan popularitas, melainkan sebagai karya yang merawat jiwa bangsa.




