Cerpen Seribu Tahun Cahaya

Sebuah cerita terinspirasi dari lagu karya James F. Sundah untuk sang istri, Lia Sundah Suntoso. Oleh: Edo Maitreya 

Di ruang kerjanya yang sederhana, di sudut rumah yang dipenuhi buku dan lembaran partitur, James duduk sendirian di depan piano tuanya. Jari-jarinya berhenti di atas tuts, seolah ragu untuk menyentuh nada pertama. Ia menatap kosong, seperti mencari sesuatu yang telah lama hilang, atau mungkin, sesuatu yang baru ingin ia temukan kembali.

Sudah lama ia merasa seperti tersesat dalam dirinya sendiri. Lagu demi lagu telah lahir dari jiwanya, tapi kali ini berbeda. Ini bukan tentang dunia, bukan tentang manusia, bukan tentang pesan sosial atau keindahan alam. Ini tentang dia. Tentang Lia. Istrinya.

Wanita yang selalu hadir dalam diam, dalam setia yang tak banyak bicara. Saat James kehilangan arah, Lia tetap menjadi cahaya kecil yang tak padam. Ia tak pernah menuntut lebih, tak pernah meminta apa-apa selain kejujuran dan ketulusan. Ia seperti bintang di langit malam: jauh, tenang, tapi terus menemani.

James menarik napas dalam, lalu menekan nada pertama. Tangannya mulai menari, dan melodi itu mengalir seperti air mata yang tertahan terlalu lama. Lirik-liriknya datang satu per satu—bukan diciptakan, tapi seakan-akan sudah ada sejak lama, hanya menunggu saat yang tepat untuk dilahirkan.

“Lama serasa terjebakku, dalam lingkar penantian…”

James berhenti sejenak. Di luar, suara langkah mendekat. Pintu ruang kerja terbuka perlahan. Lia berdiri di ambang, membawa secangkir teh hangat.

“Kau belum tidur?” tanyanya lembut.

James menoleh, senyum pelan muncul di wajahnya. “Aku sedang menuliskan sesuatu. Untukmu.”

Lia tertawa pelan. “Ah, lagu lagi?”

“Bukan sembarang lagu,” katanya sambil berdiri dan menghampirinya. Ia menggenggam tangan istrinya. “Ini… seperti surat cinta yang tertunda. Tentang perjalanan kita. Tentang kamu. Tentang bagaimana kau tak pernah pergi, bahkan ketika aku menjauh.”

Lia menatapnya lama, dan dalam tatapan itu, James melihat semua yang selama ini menjadi sumber kekuatannya—kesabaran, cinta, dan harapan yang tak lekang.

“Kau beri daku cinta yang sejati
Dalam bahagia warna-warni indah nan cemerlang…”

Hari itu, lahirlah lagu “Seribu Tahun Cahaya”. Bukan sekadar karya musik, tapi sebuah pernyataan: bahwa cinta sejati bukan soal hari-hari penuh bunga, tapi tentang memilih untuk tetap tinggal, bahkan saat segalanya redup. Bahwa dalam kehidupan seorang seniman yang penuh gejolak, ada satu cahaya yang tak pernah padam—dan itu adalah dia, Lia.

“Bersama kita jelang, Raih citra gemilang, Merajut masa depan, Hingga Seribu Tahun Cahaya”

Dan hingga akhirnya lagu ini jadi, bagi James, Lia bukan sekadar pasangan. Ia adalah seribu tahun cahayanya—perjalanan panjang yang berujung pada rumah, pada pulang, pada tenang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed