Blues Yang Membara diujung Cerutu, Bersama Gugun Blues Shelter dan Dos Hermanos

Urbannews | Asap melayang pelan di antara denting gelas dan desau gitar. Di bawah cahaya temaram Juntos Bar & Grill, Jumat (10/10) malam, waktu seolah melambat. Aroma tembakau premium dari cerutu yang menyala menggoda hidung, berpadu harmoni dengan raungan gitar blues yang melengking dari panggung kecil. Di sinilah—di tengah keramaian yang akrab dan hangat—Cigar Dos Hermanos dan Gugun Blues Shelter mencipta malam yang tak sekadar hiburan, tapi juga perayaan rasa dan persaudaraan.

Tak ada tirai pemisah antara musisi dan penonton malam itu. Gugun, dengan slide-nya yang meliuk di atas fretboard, membawa para tamu menelusuri jalan berdebu musik Delta Blues, sementara cerutu-cerutu yang menyala perlahan menguarkan aroma tanah tropis dan waktu yang matang. Cigar Dos Hermanos, brand lokal yang menjunjung tinggi keaslian dan filosofi ‘brudership’, hadir bukan sekadar sebagai produk, tapi sebagai pengikat cerita.

“Blues itu jujur. Cerutu juga,” ucap Opa Ewin, Promotor dari Dos Hermanos, saat rehat sejenak dari percakapan hangat dengan para tamu. Ia memandang ke arah panggung, tempat Gugun mengerang pelan lewat senarnya. “Semua yang jujur pasti membekas.”

Malam itu, tak ada panggung tinggi. Tak ada batas antara siapa penikmat dan siapa penggagas. Ada tawa yang bersahut-sahutan, ada cerita yang mengalir dari bibir ke bibir, kadang diselingi nyala api yang memercik dari korek zippo tua, menyalakan lagi batang cerutu yang hampir padam—seperti menghidupkan lagi kenangan yang sempat terlupakan.

Di sudut bar, sekelompok sahabat yang sudah lama tidak bertemu, Ferdy Tahier, Andree Stroo, Anov, Deisy, Trisno, menyatu kembali dalam asap dan nada. Mereka mengangkat gelas, menyulut cerutu, dan membiarkan musik membawa mereka ke masa lalu—ke zaman ketika hidup lebih pelan dan segala sesuatu terasa lebih nyata.

Trio Blueser, Gugun, sebagai motor utama band pada gitar-vokal, Angga Prat di bas, dan Refki Nanda di drum, malam itu tidak hanya memainkan lagu; mereka menyampaikan kisah. Kisah tentang kehilangan, cinta, pemberontakan, dan ketulusan—semua dituangkan dalam nada-nada minor dan beat lambat yang menghantui. Dan seperti cerutu yang perlahan membakar diri untuk memberikan rasa, blues malam itu membakar perasaan, membekas lama setelah lagu terakhir usai.

Juntos Bar & Grill menjadi semacam rumah spiritual malam itu—tempat musik, asap, dan persahabatan menyatu dalam ritual yang tak tertulis. Di antara deretan botol whisky dan tawa pelan, lahir kembali kepercayaan bahwa dalam dunia yang serba cepat ini, masih ada ruang untuk melambat, mendengarkan, dan merasakan.

Karena pada akhirnya, blues dan cerutu sama-sama tentang waktu—dan bagaimana kita mengisinya bersama mereka yang sefrekuensi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *