Discus saat latihan dengan formasi tidak lengkap, Foto: Dok Discus
Urbannews | Di saat arus musik tanah air masih didominasi pop dan dangdut, satu nama kembali memekikkan nyali progresif rock dari masa lalu: Discus. Band avant-garde asal Jakarta ini bersiap kembali membelah panggung dengan komposisi rumit dan semangat yang tak lekang, lewat penampilan mereka di Synchronize Festival 2025.
Di tengah gelombang pop dan komersialisme musik, Discus kembali hadir. Band rock progresif legendaris asal Jakarta ini akan tampil di Synchronize Festival 2025, 3 Oktober mendatang di XYZ Stage, Gambir Expo, Jakarta.
Formasi tampil mereka dipimpin oleh Iwan Hasan, sang otak kreatif, komposer, vokal utama, sekaligus gitaris, bersama Fadhil Indra (keyboard, vokal utama, perkusi etnik dan elektronik), Nonnie Cindy (vokal utama), Krisma Prameswara (keyboard), Hayunaji (drum), Adi Darmawan (bass).l, termasuk Dony Koeswinarno (sax, flute), Didiet Violin (violin), Yessi Kristianto (keyboard), Erl Pramudjia (gitar ritme).
Lahir dari Arus yang Menentang
Discus muncul pada pertengahan 1990-an, mengusung semangat eksperimentatif yang berani memadukan rock progresif, jazz, musik klasik, hingga gamelan Nusantara. Nama mereka diambil dari ikan “discus”, sebagaimana tercetak di sampul album pertama.
Dengan lagu-lagu berdurasi panjang, perubahan tempo yang ekstrem, dan instrumen tradisional, Discus membangun dunia sonik yang unik dan kompleks.
Album Pertama yang Mendunia
Debut mereka, 1st (1999), dirilis lewat label Italia Mellow Records, dan langsung mendapat sambutan hangat di Eropa dan Amerika. Majalah Prog-Resiste (Belgia) bahkan menobatkannya sebagai album progresif kelima terbaik dunia.
Album ini mengantar Discus ke panggung festival-festival internasional seperti ProgDay (AS) dan Baja Prog (Meksiko), di mana mereka tampil bersama maestro gamelan I Gusti Kompiang Raka.
Kejayaan …tot Licht!
Tahun 2003, Discus merilis album kedua, …tot Licht!, bersama label Musea Records (Prancis). Album ini mencapai penjualan 20 ribu kopi—angka fantastis bagi genre progresif—dan membawa pulang AMI Awards 2004 lewat lagu “Anne” berdurasi 19 menit.
Di tahun yang sama, MTV Trax menobatkan mereka sebagai 25 musisi paling berpengaruh Indonesia, sejajar dengan Koes Plus dan Titiek Puspa.
Menembus Dunia, Diakui Legenda
Discus menjadi satu-satunya band Indonesia yang masuk dalam buku Progressive Rock Handbook karya Jerry Lucky (Kanada). Lagu mereka bahkan di-cover band Jepang, setelah album …tot Licht! menjadi best seller di Amazon Jepang tahun 2011.
Mereka sempat tampil di festival bergengsi Eropa seperti Zappanale (Jerman) dan Progsol (Swiss), memperkuat reputasi mereka di skena progresif global.
Vakum, Lalu Bangkit
Pasca penampilan di @America (2012), Discus sempat vakum panjang. Namun Iwan Hasan tetap aktif sebagai arranger untuk Agnes Monica, Ungu, hingga Rick Wakeman (eks-keyboardist YES).
Kebangkitan dimulai tahun 2024 lewat perilisan box set oleh label Jepang Disk Union, berisi versi remaster 1st, …tot Licht!, dan album live mereka di Swiss. Pada November 2024, Discus akhirnya comeback di Ngayogjazz Yogyakarta, membuktikan mereka belum habis.
Synchronize 2025: Sebuah Tanda Tanya Baru
Kini, mereka kembali ke panggung nasional lewat Synchronize Festival 2025. Bagi para penggemar lama, ini adalah nostalgia yang meletup. Tapi untuk Discus, ini bisa jadi awal dari babak baru.
Akankah karya baru lahir setelah lebih dari satu dekade? Semua akan terjawab di Gambir Expo, 3 Oktober mendatang.
Discus dalam Sekilas Waktu
• 1990-an: Discus terbentuk di Jakarta
• 1999: Album 1st dirilis, masuk 5 besar album progresif dunia
• 2000–2001: Tampil di ProgDay (AS), Baja Prog (Meksiko)
• 2003: …tot Licht! dirilis, terjual 20 ribu kopi
• 2004: Menang AMI Awards, masuk daftar MTV Trax
• 2005–2009: Festival Eropa (Swiss, Jerman)
• 2011: …tot Licht! best seller di Amazon Jepang
• 2012–2023: Vakum
• 2024: Box set dirilis, comeback di Ngayogjazz
• 2025: Tampil di Synchronize Festival
Jika diibaratkan simfoni, Discus sedang memainkan gerakan ketiganya—lebih matang, lebih tenang, tapi tetap liar dalam eksperimen. Sebuah perjalanan yang belum tentu selesai.