Urbannews | Saya termasuk orang yang meyakini, industri musik [Indonesia], tak akan pernah mati gaya. Meski tak sedikit yang menyebut, sedang kusut masai, tapi toh yang namanya kreatifitas tetap saja bertaburan. Tapi saya juga orang yang meyakini, di industri musik ini, tak semua pelakunya adalah “malaikat” dengan niat baik, tapi ada juga “dedemit” dengan niat sok baik.
Mengapa saya sebut sok baik? Diantara ribuan mungkin jutaan manusia yang bercita-cita jadi musisi, penyanyi atau sekadar disebut artis, selalu ada manusia lain yang paham betul “memanfaatkan” peluang itu dengan manis. Betul, memanfaatkan. Karena sejatinya mereka itu tak berniat membantu manusia lain yang punya cita-cita serius, tapi niatnya adalah menjadi predator atas kebodohan atau ketidaktahuan mereka yang punya cita-cita, atau tak punya akses atas cita-citanya itu.
Nah! Mungkin kalimat diatas menjadi salah satu alasan [sok tau_:red] lahirnya AKS1 (Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia) yang pada hari ini, Senin (3/7/2023) di Jakarta yang secara resmi di deklarasikan menjadi organisasi berbadan hukum yang akan menaungi seluruh komposer di Indonesia. Bisa juga [lagi-lagi sok tau_:red] salah satu persoalan penting dalam ekosistem musik Indonesia yaitu peran advokasi. Selama ini hampir tidak banyak peran advokasi dilakukan oleh komunitas musik.
Maka kehadiran AKS1 (Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia) yang kini beranggotakan kurang lebih 45 komposer diharapkan dapat menjadi “middle man” sekaligus “mediator” antara komunitas musik juga pemerintah. Hal ini, sesuai Visi dibentuknya asosiasi tersebut adalah untuk menjadi wadah bagi para pencipta lagu di Indonesia untuk berkarya, bergerak dan bersuara.
Begitu juga, Misi dari AKS1 adalah untuk melindungi dan membela hak-hak pencipta lagu, baik itu hak eksklusif yang berupa hak moral dan hak ekonomi yang pada akhirnya akan dapat memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi para pencipta lagu di masa depan.
Misi maupun Visi AKS1 nampaklah jelas, menjadi rumah bagi pencari keadilan yang kurang terlindungi, terkhusus dari predator dan para pembegal karya cipta. Hal ini terkait pula, isu-isu multi tafsir beberapa pasal di Undang-Undang Hak Cipta yang muncul belakangan ini memberikan kesan bahwa pencipta atau pemegang hak cipta seolah-olah kehilangan hak eksklusifnya terhadap karya ciptanya. Untuk itu, membuat para pencipta lagu merasa sangat penting untuk bergerak dan bersuara bersama untuk mempertahankan hak eksklusif terkait karya cipta mereka.
Acara deklarasi AKS1 yang dihadiri oleh Menteri BUMN RI Erick Thohir, Komisioner LMKN Johnny Maukar, Direktur Industri kreatif, musik, film dan animasi Kemenparekraf RI Amin Abdullah, Perwakilan dari Kemenhumkam, serta asosiasi profesi di bidang musik lainnya. Ahmad Dhani selaku Ketua Dewan Pembina AKS1 menyatakan. “Undang-Undang Hak Cipta harus dibuat berdasarkan Wisdom dan Common Sense sehinga tidak akan terjadi multi tafsir seperti saat ini. Akan tetapi saya sangat yakin bahwa apa yang kami perjuangkan ini sudah benar dan sesuai jalurnya.”
DR. Minola Sebayang SH, MH sebagai Dewan Pembina AKS1 mengatakan. “Undang-Undang Hak Cipta harus memberikan kepentingan dan hak pencipta lagu, karena karya cipta adalah wujud kekayaan intelektual dari pencipta.”
Satriyo Yudi Wahono atau yang lebih dikenal dengan nama Piyu, yang di tunjuk oleh para komposer sebagai Ketua Umum AKS1 memberikan pendapat. ”Bahwa selama ini komposer belum mendapatkan hak yang selayaknya terutama dari nilai royalti yang mereka terima. Ini juga akan menjadi poin utama yang akan kami perhatikan dan perjuangkan demi terwujudnya kesejahteraan komposer di masa depan.”
Sebagai Wakil Ketua Umum, Rieka Roslan juga memberikan pendapat. “Hak cipta itu melekat kepada penciptanya selama pencipta masih hidup sampai nanti 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Ini semua tercantum di Undang-Undang Hak Cipta. Sehingga tidak benar kalau ada yang mengatakan bahwa sebuah lagu setelah dirilis ke publik maka lagu tersebut sudah menjadi milik umum. Ini adalah pernyataan yang menyesatkan. Sekali lagi saya tegaskan bahwa lagu adalah “bukan publik domain.”
Badai yang ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal AKS1 juga memberikan pernyataan. “Pencipta lagu memiliki hak eksklusif berupa hak moral dan hak ekonomi, yang didalamnya menyatakan bahwa sebagai pencipta lagu atau pemegang hak cipta mempunyai hak penuh untuk memberikan izin atau melarang pihak lain untuk membawakan karya ciptanya seperti yang sudah sangat jelas tercantum di Ayat 2 dan 3 Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014.”
Angga Saleh sebagai Wakil Sekretaris Jenderal AKS1 menambahkan. “Pelanggaran terhadap penggunaan karya cipta ada sanksi hukumnya baik itu secara perdata maupun pidana, dan lagi-lagi semua ini jelas tercantum di Undang-Undang Hak Cipta.”
AKS1 (Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia) sangat berharap mendapatkan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan khususnya komposer di seluruh Indonesia dan juga teman-teman penyanyi, musisi, promotor, event organizer dan pihak-pihak lain yang berada di industri musik Indonesia. Mari kita bekerja sama, saling bahu membahu agar tercipta ekosistem musik Indonesia yang lebih baik di masa depan.
Tentang AKS1 (Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia) Berkarya Bergerak Bersuara
Cikal bakal AKS1 dimulai dengan diskusi-diskusi awal setahun lalu yang dilakukan oleh Piyu, Rieka Roslan, Badai dan Angga Saleh tentang hak cipta dan royalti di Indonesia. Kami sering melakukan pertemuan dan diskusi sekaligus memberikan sosialisasi kepada teman-teman komposer. Kurang lebih beberapa bulan lalu kami bertemu Ahmad Dhani dan akhirnya kami sepakat untuk membentuk sebuah asosiasi komposer yang akhirnya sekarang diberi nama AKS1.