Urbannews | Berbeda dengan film fiksi, film dokumenter bersandar pada faktualitas dan memiliki klaim kebenaran atas realitas yang diungkapnya. Film tentang dokumenter hampir selalu menambahkan bumbu-bumbu cerita lewat interpretasi mereka, entah itu untuk mendramatisasi kisah kelam atau aksi heroik untuk menarik simpatik penonton.
Namun, ada beberapa film dokumenter yang berusaha lebih keras untuk menunjukkan cerita autentik dari pelakunya. Film tersebut menggunakan sumber langsung untuk mendapatkan informasi atau mencoba membuat ulang peristiwa tertentu persis seperti yang terjadi dalam kehidupan nyata.
Seperti MT Pauzan (24), pemuda dari keluarga Orang Rimba atau Suku Anak Dalam di Jambi memilih jalur tak biasa dari adat kebiasaan sukunya. Dia kini menempuh pendidikan tinggi di Politeknik Pengembangan Pertanian (Polbangtan) Bogor, selangkah lagi menyandang gelar sarjana.
Masyarakat Melayu, dulu menyebut Orang Rimba dengan Suku Kubu, konotasinya adalah primitif. Kelompok ini tersebar di hutan tropis Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Bungo Tebo hingga Kabupaten Batanghari atau sekitar Kawasan Taman Nasional Bukit Dua. Bagi Suku Anak Dalam, bersekolah hingga perguruan tinggi apalagi sampai lulus adalah sesuatu yang tak biasa. Dan, Pauzan akan jadi generasi pertama Suku Anak Dalam yang menyandang gelar sarjana.
Kisah MT Pauzan dibuat menjadi film dokumenter bertajuk Pulang Rimba oleh Prasasti Production dari Kreasi Prasasti Perdamaian. Film dokumenter Pulang Rimba yang dibuat tahun 2022 melakukan roadshow di beberapa kota. Kali ini film yang disutradarai oleh Rahmat Triguna ini menggandeng perwakilan generasi milenial dan Komunitas Pewarta Hiburan Indonesia (KOPHI) nonton bareng dan diskusi di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
“Harapan kami dengan roadshow ini kita bisa lebih luas lagi dalam membangun awareness tentang pentingnya pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia, khususnya hak pendidikan kepada anak negeri yang berasal dari daerah atau suku terdalam,” kata Mamato, sapaan akrab dari Rahmat Triguna.
Cerita yang dikemas dengan cara bertutur ini menghadirkan bagaimana perjuangan Pauzan dalam menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi di Polbangtan Bogor. Sejak Indonesia merdeka, belum ada satupun warga dari SAD atau Orang Rimba yang telah menamatkan pendidikan tinggi. Saat ini Pauzan bersama dua rekannya yang sedang berkuliah si Universitas Jambi menjadi harapan baru untuk menjadi warga SAD atau Orang Rimba siap menyongsong tantangan perubahan zaman melalui pendidikan.
“Sebagai generasi muda, saya sadar diri. Saya yang berasal dari Suku Anak Dalam dengan daerah yang mungkin masih minim akan pendidikan sehingga saya harus bisa memanfaatkan pendidikan ini sebagai investasi saya untuk memajukan Suku Anak Dalam,” kata Pauzan.
“Saya mengajak, memberi motivasi kepada teman-teman, ke adik-adik yang masih malas sekolah, enggak tahu nanti perubahan dunia seperti apa. Kebun-kebun hilang satu-satu karena perkembangan masa, ini kekhawatiranku. Nanti mereka ke mana kalau tidak punya pendidikan?” tambah Fauzan, anak pertama dari tiga bersaudara, yang hadir pada kegiatan pemutaran film itu.
Pauzan, beberapa tahun silam, sempat hendak mengambil jalan yang biasa dilakukan anak-anak seusianya. Malas sekolah, memilih bekerja. Bahkan, seusianya rata-rata sudah menikah dan punya anak dua. Pemikirannya ketika itu membuatnya tidak mau melanjutkan pendidikan SMP di Merangin. Ketika itu Pauzan duduk di kelas 3 SMP.
Dia memilih bekerja kasar di hutan. Hal ini membuat Rudiana, ibu Pauzan, kesal. Ibunya menginginkan Pauzan bersekolah sehingga bisa pandai dan bisa bekerja yang layak, di kantor ataupun perusahaan-perusahaan. Pauzan kemudian melanjutkan SMP. Lalu dilanjutkan ke Yogyakarta untuk menempuh pendidikan SMK. Baru setelah itu Pauzan berkuliah di Bogor.
“Setelah lulus kuliah ingin kembali ke daerah saya untuk mengembangkan pertanian,” lanjut Pauzan yang kini duduk di semester V.
Saat ini, jumlah Suku Anak Dalam terdata sekira 4.000 orang. Hingga Juli 2022, baru 117 Suku Anak Dalam di antaranya yang bersekolah. Namun, belum satupun yang lulus dari perguruan tinggi. Kakek Pauzan, Tumenggung Tharib, menyebutkan budaya Suku Anak Dalam adalah berpindah-pindah atau Melangun. Tumenggung adalah sebutan bagi Ketua Rombong di sana.
Wahyu Kintoko, jurnalis pemerhati film sekaligus juri Festival Film Wartawan Indonesia, mengapresiasi film ini. Ia menilai film Pulang Rimba ini hadir dengan membawa semangat besar untuk suku tertinggal dan menginspirasi generasi muda zaman sekarang untuk terus semangat menempuh pendidikan.
“Tentunya film ini memberikan pengaruh positif bagi kita semua dan generasi muda,” kata Kintoko, jurnalis dari WartaKota ini.
Jebolan Indonesia Idol 2021, Mutiara Azka, merasa sangat termotivasi usai menyaksikan kisah hidup Pauzan yang diadaptasi ke layar lebar dokumenter. Sebagai perwakilan generasi muda, ia mengatakan hadirnya film ini menjadi bukti bahwa pendidikan di Indonesia masih belum cukup merata.
“Saya melihat positive value dari film Pulang Rimba ini. Di sinilah tanggungjawab kita bersama bagaimana caranya agar pendidikan itu bisa dirasakan secara merata oleh semua anak bangsa,” ujar Mutiara yang kini aktif sebagai advokat.
Lebih lanjut Rahmat menjelaskan roadshow film Pulang Rimba ini menjadi rangkaian panjang yang dilakukan untuk kampanye pendidikan. Sebelumnya film ini sudah menyambangi beberapa kota di Indonesia, seperti Yogjakarta, Semarang, Jambi, Bogor, Jakarta, dan kota-kota besar lainnya.
Film ini merupakan film dokumenter ketujuh yang diciptakan oleh Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP). Film ini ditujukan untuk memberikan gambaran kepada generasi muda tentang pentingnya pendidikan. Berdasarkan kisah Pauzan, tentu memotivasi generasi muda bahwa jarak dan waktu bukan lagi menjadi penghalang generasi muda untuk menempuh pendidikan.