“Konser Hanya Kamu’ Dari Powerslaves Untuk Kamu!

Uncategorized306 Dilihat

IMG_20200131_194108-800x538-600x404

Urbannews Musik | Dua puluh sembilan tahun untuk tetap bertahan dipanggung musik, butuh rasa kecintaan yang dalam terhadap pilihan profesi ketika musik sudah melekat di hati. Bukan itu saja, harus pula memiliki ekstra sabar menjalani saat virus kejenuhan melanda dan ego merebah, sebagai cikal bakal mati suri kreatifitas serta konflik yang berujung bubar.

Band asal Semarang Powerslaves, yang kini dimotori Heydi Ibrahim (vokal), Anwar Fatahillah (bass), Wiwiex Soedarno (kibord), dan Agung Yudha (drumm), ternyata perjalanan panjang bermusik mereka termasuk juga usia masing-masing personilnya, membawa rasa kekeluargaan yang erat termasuk kedewasaan dalam bersikap menjadi kunci utama tetap bertahan ditengah himpitan dan gempuran urban music yang kini merambah industri musik.

Powerslaves yang telah mengisi katalog musik Indonesia lewat sederet karya rekamnya seperti; ”Metal Kecil” (1995). “Metal Kartun” (1996), “Kereta Rock 81 Roll” (1998), ‘Powerslaves” (2002), “Ga’ Bakal Mati’ (2004), ”Jangan Kau Mati” (EP, 2010), “100% Rock N Roll”, (2012), dan “Rock Kebangsaan” (EP, 2013). Hari Rabu (29/1/2020) malam lalu, di Hard Rock Café Jakarta, mempresentasikan lagu ‘Hanya Kamu’ yang diaransir ulang sambil bernostalgia bersama fans-nya.

IMG_20200131_194256-800x498-600x374

Menandai peluncurannya, Powerslaves mengemas secara apik lewat gelaran yang diberi tajuk “Konser Hanya Kamu”. Powerslaves dalam aksi panggungnya menggadeng dua _additional guitarist_ Ambang Christ dan Robby Rahman yang kerap ikut tampil membantunya. Tidak hanya itu, aktris sekaligus penyanyi Natalie Zenn – pemeran Tasya dalam sinetron ‘Anak Langit’ pun digaetnya keatas pentas untuk ikut bernyanyi.

Tidak kurang 18 lagu dibawakan oleh Heydi Ibrahim dkk, membuat tamu yang hadir di Hard Rock Café berjingkrak. Dan, yang menarik dari penampilan malam itu sosok sang vokalis Powerslaves, Heydi terlihat langsingan. Ternyata, usut punya usut berat badan Heydi turun hampir 15 kg. “Saya bersyukur, akhirnya bisa juga menurunkan berat badan. Selama tujuh bulan saya berolahraga, dan menjaga pola makan yang sehat,” tukasnya.

Dampaknya tidak saja terlihat secara fisik, tapi di usianya yang tidak muda lagi, Heydi mampu bernyanyi dengan sederet lagu tetap konstan dan tidak kedodoran. Vokalnya terjaga termasuk di nada-nada tinggi. Heydi termasuk teman-teman Powerslaves lainnya nampak semakin bijak dalam bermusik. “Musik sudah menjadi jiwa bagi kami, jalani saja apa adanya. Kami tidak memiliki obsesi yang muluk-muluk. Saat ini, bagaimana kami bisa melahirkan karya dan menghibur,” tutur Heydi.

Bicara musik memang paling asik!. Tanpa sekat, tanpa basa-basi, tanpa menyoal usia apalagi jenis kelamin, termasuk dari mana asal-usulnya. Semuanya yang terpenting satu frekuensi, yakni satu rasa, satu hati dalam harmonisasi. Tidak heran industri musik terus bergerak, artis dan musisi muda penuh talenta bermunculan tanpa bisa dibendung. Mereka pun mencari ruang yang kosong ditengah himpitan kompetisi dengan caranya sendiri.

Powerslaves di usia matangnya dalam mengarungi setiap perjalanan bermusik, sejatinya bergerak ke arah yang lebih jauh serta terbaik untuk memahami hakikat realitas wajud. Terkadang, harapan berbanding terbalik dengan kenyataan. Bermusik bukan hanya berada dalam ruang imajiner untuk sampai pada kenyataan yang diinginkan, dibutuhkan gerakan tepat dan benar agar tidak jalan ditempat.

IMG_20200131_194323-800x512-600x384

Sekelas Powerslaves yang sudah berada dan melewati pencapaian kepopuleran, sejatinya tinggal merawat apa yang telah ditanam. Karya musik itu seperi artefak, butuh seseorang untuk menjaga serta merawatnya, dan lewat konser “Hanya Kamu” sebagai songbooknya. Jangan sampai menyesal dikemudian hari karena ketidakpedulian menjaga dan merawatnya, hingga kehilangan sejarah terwariskan untuk generasi mendatang.

Menjadi seorang musisi adalah kerja keras seumur hidup, bukannya iseng-iseng!. Optimisme itu harus dipupuk dan dipelihara baik-baik. Tentu saja kudu di imbangi dengan kreatifitas tanpa batas. Apalagi, saat ini berhadapan dengan era digital yang segala sesuatunya cukup digerakkan dari satu genggaman saja. Musisi saat ini harus ‘peka jaman’, jika tidak diimbangi dengan inovasi serta adaptasi, bisa-bisa musisi tersebut tidak bisa lagi menghibur masyarakat luas.

Untuk itu, diperlukan cara baru untuk menyiasatinya. Bukan saja musisinya, tapi pihak manajemen pun perlu pula menerapkan pola yang benar, efektif dan tepat guna. Mereka harus benar-benar punya kemampuan planning public relation, finance, dan marketing yang mumpuni. Karena ditangan manajemen masa depan kehidupan sang artis dipetaruhkan.|Edo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *