Urbannews | Festival Film Wartawan Indonesia (FFWI) XV diharapkan dapat memberikan dampak signifikan bagi masyarakat. Oleh karena itu, sistem penjuriannya perlu dipersiapkan dengan matang agar menghasilkan penilaian yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sebuah festival dianggap baik jika hasilnya diakui oleh masyarakat. Oleh karena itu, input dan acuan yang digunakan harus jelas untuk menghindari prasangka dari publik. Direktur Film, Musik, dan Seni, Dr. Saifullah Agam, mendorong semua pihak yang terlibat dalam FFWI untuk bersikap profesional dan menjaga kredibilitas.
“Harus ada sisi lain dalam penilaian terhadap karya-karya dari industri film di FFWI 2025,” ungkap Dr. Saifullah Agam di Jakarta, Jumat (16/5/2025) pagi.
Dr. Saifullah Agam menambahkan bahwa di Amerika Serikat terdapat Golden Globe (yang digagas oleh wartawan) dan Oscar (yang digagas oleh industri), sama halnya dengan FFWI dan FFI di Indonesia, meskipun pilihan pemenangnya bisa berbeda.
Oleh karena itu, ia mengusulkan agar penilaian di FFWI 2025 lebih fokus pada aspek cerita kemanusiaan daripada hal-hal teknis. “Lebih penting untuk menilai arti cerita dalam konteks kehidupan, bukan hanya dari segi teknis. Seperti lagu-lagu Beatles dan Koes Plus yang lebih dikenal masyarakat luas, bukan hanya karena mereka bermain musik dengan baik,” tambahnya.
“Ada film yang menang di Golden Globe tetapi tidak di Oscar, itu hal yang biasa. Oleh karena itu, FFWI harus lebih menekankan pada persoalan kemanusiaan dan moral. Harus ada sisi lain dalam penilaian terhadap karya-karya dari industri film,” lanjut Dr. Saifullah Agam, yang juga mengusulkan branding ulang FFWI 2025 agar lebih dikenal dan memberikan dampak positif bagi masyarakat film.
Di kesempatan yang sama, Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), Dr. Naswardi, menjelaskan bahwa tahun lalu ada 10 festival film yang mendaftarkan filmnya untuk disensor. “Proses penilaian film yang kami lakukan berdasarkan klasifikasi murni. Dalam konteks ini, LSF mengapresiasi FFWI sebagai bagian dari promosi film Indonesia. Kami dari LSF siap berkolaborasi dengan FFWI,” kata Dr. Naswardi.
Presiden FFWI, Wina Armada Sukardi, menyambut baik tawaran kolaborasi dari LSF dan upaya branding FFWI XV. Terlebih, FFWI 2025 adalah yang pertama di bawah Kementerian Kebudayaan. “Kami adalah festival film yang terbuka. Ini adalah tahun ketiga FFWI di bawah Kementerian, pertama di bawah Pusbangfilm, Kemendikbud Ristek, dan Kementerian Kebudayaan, dengan pembiayaan dari bantuan negara. Sistem penjurian melibatkan pakta integritas,” jelas Wina Armada Sukardi.
Wina Armada menambahkan bahwa FFWI menilai film yang sudah tayang di bioskop seluruh Indonesia, termasuk yang ditayangkan di kanal streaming, dan telah mendapatkan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS). “Jadi, di FFWI tidak ada film yang ada di pasaran yang tidak dinilai. Dan tidak ada film yang dinilai jika belum diedarkan di bioskop dan OTT,” pungkas Wina Armada, merujuk pada OTT sebagai “over-the-top,” yang mengacu pada layanan streaming yang mengirimkan konten langsung ke pemirsa melalui internet, melewati layanan penyedia kabel atau satelit.
FFWI 2025 akan diluncurkan secara resmi pada 27 Mei 2025 secara luring di Jakarta, dan pada 30 Mei 2025 akan disiarkan secara daring melalui berbagai kanal media sosial. Pada peluncuran tersebut juga akan dilaksanakan penandatanganan antara FFWI 2025 dan LSF.