Vaksin Anticovid-19 Perlu, Vaksin Antinganggur Untuk Pekerjaseni Penting

Uncategorized224 Dilihat

Urbannews | Selama pandemi Covid-19 ini muncul di Indonesia sejak medio Maret 2020, membuat tatanan kehidupan morat-marit, karena terbatasnya ruang gerak harus berjaga jarak, demi kesehatan agar tidak terpapar apalagi terkapar. Vaksin untuk menangkal penyakit yang disebabkan virus corona atau COVID-19, menjadi harapan bagi setiap warga negara dari penyakit mematikan ini.

Enam bulan berjalan masa pagebluk, sosio-ekonomi pun ikut terdampak yang tentunya membawa pengaruh dari sisi penghasilan bagi siapa saja, begitu pun ekosistem industri musik dan perfilman Indonesia beserta pelakunya. Dari diskusi daring Saatnya Bangkit Kembali oleh Direktorat Perfilman Musik dan Media Baru (PMBB) Kemendikbud RI dan Komunitas Pewarta Hiburan Indonesia (Kophi), terlihat jelas problem yang dihadapi pekerjaseni.

Paparan Ketua FESMI Candra Darusman, ada tiga kelompok musisi yang terlihat selama pandemi Covid-19 ini muncul di Indonesia sejak medio Maret 2020. Tiga kelompok musisi tersebut didapatkan berdasarkan survai yang dilakukan Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) terhadap 1.400 responden di 22 provinsi di Indonesia, yakni masing-masing mapan, pas-pasan dan rentan.

Survai FESMI menyatakan, dari 1.400 responden itu terlihat sebanyak 34,3 persen musisi adalah yang bekerja di hotel dan kafe, pengiring musik profesional ada 12,9 persen, hingga pengajar sebanyak 10,8 persen. Sementara artis rekaman tercatat ada 7,1 persen dan digital content creator itu sebanyak 3 persen.

Candra Darusman juga berujar, dari rata-rata penghasilan musisi juga beragam. Penghasilan terbanyak mulai Rp 3,1 juta hingga 5juta yakni sebanyak 24,6 persen, Rp 1,1 juta sampai 3juta (19,1 persen) dan Rp 5,1 hingga Rp 7 juta (18,2 persen), Rp 7,1 hingga Rp 10 juta (12,3 persen) serta Rp 100.000 sampai 1juta (10,7 persen). Sementara musisi yang berpenghasilan Rp 10,1 juta sampai Rp 15 juta (8,9 persen) dan Rp 15,1 sampai Rp 20 juta hanya 3,5 persen.

Webinar yang digelar Rabu (2/9/2020), Candra menguraikan; kelompok mapan, musisi ini tidak perlu dibantu selama pandemi Covid-19 karena bisa menggelar konser live streaming sendiri misalnya dan punya ruang gerak untuk tetap berkerasi. Sementara kelompok pas-pasan diketahui memiliki modal tapi mulai habis (musisi beralih pekerjaan) yang harus dilakukan pemberdayaan, mencarikan modal, pelatihan e-commerce dan modul latihan live streaming untuk memulai usaha baru.

“Sedangkan (musisi) kelompok rentan diberi bantuan sembako, bantuan langsung tunai dan rumah singgah,” kata Candra Darusman. Sejauh ini FESMI sudah menyalurkan Rp 600 juta ke para musisi, terutama kelompok rentan tadi dan pemberian bantuan ini masih berlanjut sampai sekarang.

Candra Darusman menambahkan, konser virtual sebenarnya tidak bisa menggantikan konser reguler. Tetapi apa boleh buat karena saat ini hanya bisa disuguhkan konser-konser virtual. “Kita harus membiasakan diri sambil terus berdoa supaya pandemi ini bisa segera berakhir dan bisa nonton konser off air kembali,” ujar Candra Darusman.

Narasumber lainnya, Harry Koko Santoso, promotor musik, menyatakan, saat ini ada banyak musisi yang bisa menggelar konser streaming di media sosial. Namun, Harry Koko melihat, tidak banyak musisi yang bisa melakukannya dengan menghadirkan nilai komersial. “Ada beberapa grup musik yang melakukan konser live streaming selama pandemi. Ini bentuk kreatifitas yang harus didukung, tapi masih jauh dari harapan agar musisi kita dapat menghasilkan nilai komersial,” kata Harry Koko Santoso.

Harry ‘Koko’ Santoso juga menambahkan, ada tiga hal yang bisa dilakukan pekerja seni khususnya musik bisa bangkit dalam berkarya. Pertama, protokol kesehatan membutukan lahan yang cukup besar untuk grup musik tampil baik pemula maupun yang punya nama-nama besar seperti Slank, Efek Rumah Kaca, Fourtwenty, Dewa dan GIGI serta masih banyak lagi.

Kedua, diberi kemudahan serta kelonggaran bahkan harapan tempat-tempat fasiltas-fasilitas pemerintah daerah dari Sabang sampai Merauke. Seperti memberikan tempat untuk kita tampil bermusik. Terakhir, diharapkan adanya kemudahan dari Pajak Tontonan Orang (PTO) dan yang berkaitan dengan fasilitas-fasiltas perizinan keramaian semoga bisa diberikan kemudahan, agar semua tetap bisa melakukan kegiatan.

Seperti musik, film juga merasakan dampak luar biasa akibat pandemi Covid-19 yang belum berakhir ini. Firman Bintang, Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI), menyatakan, pagebluk Covid-19 tidak hanya membuat iklim dan ekosistem industri, teristimewa industri film Indonesia terpapar, tapi terkapar.

Saat ini, ketika bioskop ditutup atas nama menegakkan protokol kesehatan, cobaan produser film, juga pemilik bioskop semakin besar. “Kita harus bergandengan bersama, dan saling membangkitkan, demi tetap bertahan di kondisi yang sangat tidak mudah ini,” ujarnya.

Menurut Firman Bintang, mata uang yang sebenarnya dalam industri ini adalah kreatifitas. Sedangkan jualannya, saat sekarang tidak melulu via bioskop. Dan, jualannya bisa lewat media baru lainnya. Media baru yang dimaksudkan Firman Bintang yang bisa menggantikan layar bioskop antara lain streaming hingga televisi langganan berbayar dan OTT (Over The Top).

Atau media yang mengacu pada konten dalam bentuk audio, video, yang ditransmisikan via internet tanpa mengharuskan pengguna untuk berlangganan layanan TV kabel. Bisa juga satelit tradisional seperti Comcast dan TV everywhere atau video-on-demand terautentikasi atau streaming terautentikasi.

“Ada banyak cara untuk jualan. Yang paling utama, kreator film yang semakin meningkatkan kualitas kreatifitasnya agar karya semakin dapat bersaing di tengah pandemi, yang entah sampai kapan berakhir,” ucapnya.

Edi Irawan, Kepala Kelompok Kerja Apresiasi dan Literasi Musik Direktorat Perfilman Musik dan Media Baru Kemendikbud RI, menyatakan, ada Undang-undang No 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan untuk memajukan kebudayaan, khususnya musik. “Kita ingin menggerakkan ekosistem musik. Industri musik harus dimajukan meski direktoratnya masih sangat baru,” kata Edi Irawan.

Edi Irawan menjelaskan, beragam agenda sudah, sedang dan akan dilakukan Kemendikbud RI supaya musik dan film Indonesia tetap eksis meski ada pandemi Covid-19.

Dari diskusi daring tersebut, paparan ketiga narasumber secara gamblang menukil problem yang dihadapi pekerjaseni saat ini. Hingga perlu kehadiran negara, dalam hal ini Direktorat Perfilman Musik dan Media Baru (PMBB) Kemendikbud RI, memberikan solusi yang jitu untuk mengatasi problem yang meyeruak. Jika covid-19 butuh vaksin untuk menangkalnya segera, pekerjaseni pun butuh vaksin anti nganggur lama agar tidak terkapar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *