“Lima”, Menjadi Angka Magic Film Terbaru Lola Amaria

Movie271 Dilihat

image

Jakarta, UrbannewsID.com | Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Lima sendi utama Pancasila yakni; Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) UUD 1945, menjadi tema besar film terbaru Lola Amaria tahun ini.

Lola Amaria yang dikenal luas sebagai sutradara dan produser dengan film-film bertemakan sosial yang kuat, seperti Minggu Pagi di Victoria Park, Negeri Tanpa Telinga, dan Jingga. Film yang siap digarapnya dalam waktu dekat ini berjudul “Lima”, mengatakan, film ini bukan film visualisasi Pancasila yang penuh dengan adegan-adegan heroik, tapi film keluarga yang berjuang menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai luhur yang terkadung dalam Pancasila yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari atau keluarga Pancasilais.

“Dalam film ini, keluarga adalah tempat generasi muda tumbuh. Dan, kami ingin menumbuhkan kesadaran serta semangat akan nilai-nilai kebangsaan, nasionalisme dan kebhinnekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi generasi muda. Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang berdasarkan Pancasila yang selalu menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Keluarga adalah bentengnya,” ujar Lola, saat memperkenalkan film terbarunya, Selasa (30/1) siang, di kawasan Cipete, Jakarta Selatan.

Bukan cuma itu, angka ‘Lima’ tidak hanya menjadi jadi judul filmnya saja. Tapi, proses penggarapannya pun melibatkan ‘Lima’ sutradara muda yaitu Shalahuddin Siregar, Tika Framesti, Harvan Agustriansyah, Adriyanto Dewo, dan Lola Amaria, selain ia juga produser. Kolaborasi kelimanya ini pun, juga memiliki 5 cerita yang berbeda yang mewakili masing-masing sila dalam Pancasila, namun tetap dalam satu plot cerita besar. Naskah film ‘Lima’ yang dikerjakan oleh Titien Wattimena dan Sinar Ayu Massie, Lola menekankan, bahwa filmnya ini bukan film pendek yang disatupadukan menjadi sebuah omnibus, tapi film yang mempunyai keterkaitan satu sama lainnya.

Menarik lainnya dalam film ini, dibintangi ‘Lima’ pemeran utama yang memiliki karakter sangat kuat untuk genre film drama. Prisia Nasution misalnya, sebagai peraih piala Citm FFI dalam film Sang Penari, bukan nama asing lagi dalam peran-peran yang membutuhkan karakter kuat. Begitu pula dengan Yoga Pratama (pemeran pembantu dalam film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak) dan Tri Budiman (Toba Dreams, Sabtu Bersama Bapak dan Bunda), menjadi bintang karena kemampuan akting dan karaktemya yang memukau. Ketiganya akan dilapis oleh pendatang baru Baskara Mahendra dan Dewi Pakis dari Bengkel Teater Redra.|Edo

Berikut Sinopsi Film Lima

Fara, Aryo dan Adi baru saja kehilangan ibu mereka, Maryam. Tak cuma ketiga anaknya, ljah -sang asisten rumah tangga juga kehilangan Maryam. Bagaimana Maryam dimakamkan memicu perdebatan di antara ketiga anaknya. Maryam adalah seorang muslim, sementara dari ketiga anak yang muslim juga cuma Fara. Namun akhimya segala sesuatu terselesaikan dengan damai.

Masalah lalu berkembang kelima anak-anak Maryam setelah ditinggalkan. Adi yang kerap di-bully suatu ketika harus menyaksikan peristiwa yang tidak manusiawi. Adi berusaha membantu semampunya, walaupun untuk itu ia harus berhadapan dengan Dega, teman sekolah Adi yang kerap mem-bullynya.

Sementara Fara menghadapi masalahnya sendin di pekerjaannya sebagai Pelatih Renang. Menentukan atlit yang harus dikirim ke Pelatnas, dengan tidak memasukkan unsur ras ke dalam penilaian. Ia menghadapi tantangan dari pemilik klub. Padahal para muridnya yang nota bene adalah remaja, tak pemah mempermasalahkan warna kulit mereka.

Lalu, Aryo sebagai anak kedua dan lelaki tertua di keluarganya, sepeninggal Maryam, ia harus menjadi pemimpin ketika masuk ke wilayah persoalan warisan yang ditinggalkan Maryam. Dan ljah juga ia memiliki masalahnya sendiri. Ijah terpaksa pulang kampung untuk menyelamatkan keluarganya sendiri. Menuntut keadilan yang seringkali tak mampir ke orang kecil seperti dia.

Pada akhimya, keluarga campur sari ini cuma butuh kembali ke lima hal paling dasar yang menadi akar mereka: Tuhan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Keadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *