40 Tahun Berkarya, Sundari Soekotjo Senandungkan Keroncong Indonesia Lewat Konser

On Stage444 views

image

Jakarta, UrbannewsID. | Lahir di Jakarta pada 14 April 1965, penyanyi bernama lengkap Sundari Untinasih Soekotjo jatuh cinta pada musik keroncong sejak usia 10 tahun, dan memulai debutnya secara profesional sejak menjadi juara Bintang Radio & Televisi jenis Keroncong pada 1979.

Sejak saat itulah hingga kini, selama empat dekade biduan wanita penerus sang legendaris di dunia keroncong Waldjinah ini tetap konsisten berada dijalur musik yang dipilihnya. Maka, tidak salah jika Sundari Soekotjo dinobatkan sebagai salah satu diva keroncong di tanah air.

Bicara musik keroncong yang konon akarnya berasal dari sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado ini, diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke Nusantara. Dari daratan India (Goa) masuklah musik ini pertama kali di Malaka dan kemudian dimainkan oleh para budak dari Maluku.

Melemahnya pengaruh Portugis pada abad ke-17 di Nusantara tidak dengan serta-merta berarti hilang pula musik ini. Bentuk awal musik ini disebut moresco, yang diiringi oleh alat musik dawai atau ukulel berbunyi crong-crong-crong. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur alat musik lain yang biasa mengiringi orkes keroncong, yaitu gitar, biola, flute, selo, dan bas.

Ya, musik keroncong memang sudah akrab di telinga. Musik inipun sudah dikenal sejak lama, dan bahkan memiliki daya tarik tersendiri bagi penikmatnya. Namun, saat ini keberadaannya seolah dinafikan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Banyak anak-anak muda tidak bergairah dan enggan untuk berbicara tentang keroncong.

Di era globalisasi, masyarakat khususnya kaum muda lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggemari jenis musik lain yang lebih familiar di telinganya. Meski sempat ada anak muda dengan bandnya yang mempopulerkan budaya keroncong ke dalam sebuah lagu Keroncong Protol. Bahkan lagu tersebut sempat booming, namun karena tidak adanya inovasi lagi pada musik keroncong, akhirnya saat ini keroncong tenggelam lagi.

Tidak ada yang perlu dipersalahkan, kenapa bisa begitu atau begini. Karena urusan selera musik, menurut Dwiki Dharmawan tidak bisa dipaksakan. Justru yang diperlukan saat ini, para musisi dan penyanyi keroncong pandai membaca zaman yang terus berubah. Tantangan budaya di era global, mendorong para musisi dan penyanyi keroncong berinovasi, melakukan perbaharuan musiknya supaya lebih menarik minat anak-anak muda sekarang. Tidak perlu menunggu orang untuk menyukai, tapi perkenalkan dan suguhkan sesuai selera mereka, tanpa meninggalkan akarnya.

Dengan sikap yang demikian, niscaya musik keroncong menjadi musik keroncong tidak terpinggirkan. Hal inilah yang dilakukan seorang Sundari Soekotjo, siap menggelar konser bertajuk “Senandung Keroncong Indonesia: Sundari Soekotjo 40 Tahun Berkarya” yang akan diselenggarakan di Ciputra Artpreneur Theater Jakarta pada 21 April 2016. Baginya, konser ini sebagai salah satu bentuk dedikasinya. Karena keroncong tidak hanya sebuah kebanggaan, tetapi juga membahagiakan.

Saya dulu memang sangat idealis, hanya menyanyikan lagu-lagu keroncong dengan pakem yang sudah ada dengan diiringi pemain 7-8 orang saja. Seiring dengan bertambah usia dan kini jaman pun terus berubah, rasanya tidak salah saya ikut beradaptasi melakukan perbaharuan dari sisi aransemen. Tak ada kata haram pula bagi musik reggae ataupun jazz serta blues untuk saling berinteraksi dan berkolaborasi dengan keroncong dalam sebuah karya,” jelas Sundari, saat dijumpai di sebuah Studio Musik yang berada di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, Senin (18/4) sore.

imageHal senada juga disampaikan Dwiki Dharmawan yang didapuk sebagi Music Director konser Sundari kali ini, bahwa keroncong, jazz, reggae, blues, pop, metal, underground dan lain-lain (baca : semua jenis dan genre musik pengusung tangga nada diatonik) memakai susunan nada DO RE MI FA SOL LA SI, maka tak ada larangan bagi musik keroncong untuk memasukan nuansa musik dari genre lainnya ke dalam aransemen karyanya.

Semuanya sah adanya. Kalau kita lihat sekarang musik keroncong pun sudah berakulturasi dengan alat musik lainnya, tanpa meninggalkan akarnya. Konser ini menjadi penting dan perlu mendapat dukungan para pihak, temasuk para musisi yang memiliki genre music berbeda yang mencintai seni dan budaya Indonesia untuk terus melestarikan genre music keroncong dengan suguhan acara yang lebih segar, variatif dan inovatif,” ujar Dwiki.

Konser “Senandung Keroncong Indonesia : Sundari Soekotjo 40 Tahun Berkarya”, Dwiki Dharmawan melibatkan sekitar 40 orang musisi dalam format orkestra plus ditambah musisi keroncong asli. Pegelaran musik unik dan sensasional ini akan menyuguhkan hasil kolaborasi antara musik keroncong dengan genre music campur Sari, pop, jazz, dangdut dan disc jockey (DJ).

Didukung dengan deretan musisi nasional, antara lain Rossa, Ikke Nurjanah, Intan Soekotjo, Kunto Aji, Didi Kempot, DJ Wingky Wiryawan, Topan Tafano, Evan Virgan, Dian Mita, Keroncong Tujuh Putri dengan musik pengiring Dwiki Dharmawan Orchestra. Sundari Soekotjo bersama rekan-rekan musisi akan membawakan 22 beragam lagu dengan aransemen keroncong yang lebih kaya dan berwarna dengan penampilan yang lebih interaktif.

Konser yang akan digelar pada Hari Kamis, 21 April 2016 mulai pukul 19.30 WIB. Kapasitas Ciputra Artpreneur Theater Jakarta 1100 orang ini, pihak penyelenggara membandrol harga tiket untuk Bronze IDR 375.000, Silver IDR 550.000, Gold IDR 800.000, Platinum IDR 1.100.000, dan Diamond IDR 1.350.000.

Senandung Keroncong Indonesia : Sundari Soekotjo 40 Tahun Berkarya, sebuah persembahan dari ikon keroncong Indonesia agar keroncong tetap bergema dan bisa berucap : Keroncong adalah kebanggaan! Sebuah karya persembahan sekaligus untuk mengantar para generasi muda dalam menyenangi dan mencintai keroncong sebagai salah satu aset budaya bangsa.|Edo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *